layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyak kasus yang terjadi berkenaan dengan keberadaan
anak berkebutuhan khusus di sekolah- sekolah umum, termasuk di Sekolah Dasar
(SD) yang perlu mendapatkan perhatian dan layanan pendidikan yang sesui dengan
kondisi dan kebutuhannya. Masing-masing anak memiliki karakteristik dan
keunikan tersendiri, khususnya mengenai kebutuhan dan kemampuannya dalam
belajar di sekolah. Anak-anak tersebut, tentu saja tidak dapat dengan serta
merta dilayani kebutuhan belajarnya sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.
Guru di sekolah haruslah dapat memberikan layanan
pendidikan pada setiap anak berkebutuhan khusus, hanya sayangnya masih banyak
guru-guru di sekolah dasar yang belum memahami tentang anak berkebutuhan
khusus. Hal demikian tentu saja mereka juga tidak akan dapat memberirikan
layanan pendidikan yang optimal. Apalagi anak-anak berkebutuhan khusus mencakup
berbagai macam jenis dan derajat kelainan yang bervariasi. Sejumlah itu pulalah
sebenarnya layanan pendidikan diberikan kepada mereka. Untuk itu perlu adanya
pemahaman dan
kreativitas
seorang guru di sekolah dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran sesuai
kebutuhan anak. Dengan demikian akan lebih mudah tercapai peningkatan
kompetensi siswa dalam belajarnya. Bagaimana dan dengan cara apa guru dapat
memberikan layanan pendidikan yang sesuai bagi anak berkebutuhan khusus.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan identifikasi?
2. Apa
teknik identifikasi yang dilakukan untuk mengenali anak berkebutuhan khusus?
3. Apa
yang dimaksud dengan asesmen dan apa tujuan asesmen?
4. Layan
pendidikan seperti apa yang dapat dikembangkan untuk anak berkebutuhan khusus?
C. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dari identifikasi
2.
Mengetahui teknik identifikasi agar dapat
mengenali anak berkebutuhan khusus
3.
Mengetahui pengertian asesmen dan tujuan
asesmen
4.
Mengetahui layanan pendidikan yang dapat
dikembangkan untuk anak berkebutuhan khusus
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyak kasus yang terjadi berkenaan dengan keberadaan
anak berkebutuhan khusus di sekolah- sekolah umum, termasuk di Sekolah Dasar
(SD) yang perlu mendapatkan perhatian dan layanan pendidikan yang sesui dengan
kondisi dan kebutuhannya. Masing-masing anak memiliki karakteristik dan
keunikan tersendiri, khususnya mengenai kebutuhan dan kemampuannya dalam
belajar di sekolah. Anak-anak tersebut, tentu saja tidak dapat dengan serta
merta dilayani kebutuhan belajarnya sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.
Guru di sekolah haruslah dapat memberikan layanan
pendidikan pada setiap anak berkebutuhan khusus, hanya sayangnya masih banyak
guru-guru di sekolah dasar yang belum memahami tentang anak berkebutuhan
khusus. Hal demikian tentu saja mereka juga tidak akan dapat memberirikan
layanan pendidikan yang optimal. Apalagi anak-anak berkebutuhan khusus mencakup
berbagai macam jenis dan derajat kelainan yang bervariasi. Sejumlah itu pulalah
sebenarnya layanan pendidikan diberikan kepada mereka. Untuk itu perlu adanya
pemahaman dan
kreativitas
seorang guru di sekolah dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran sesuai
kebutuhan anak. Dengan demikian akan lebih mudah tercapai peningkatan
kompetensi siswa dalam belajarnya. Bagaimana dan dengan cara apa guru dapat
memberikan layanan pendidikan yang sesuai bagi anak berkebutuhan khusus.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan identifikasi?
2. Apa
teknik identifikasi yang dilakukan untuk mengenali anak berkebutuhan khusus?
3. Apa
yang dimaksud dengan asesmen dan apa tujuan asesmen?
4. Layan
pendidikan seperti apa yang dapat dikembangkan untuk anak berkebutuhan khusus?
C. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dari identifikasi
2.
Mengetahui teknik identifikasi agar dapat
mengenali anak berkebutuhan khusus
3.
Mengetahui pengertian asesmen dan tujuan
asesmen
4.
Mengetahui layanan pendidikan yang dapat
dikembangkan untuk anak berkebutuhan khusus
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Identifikasi
1. Pengertian
Identifikasi
Identifikasi dalam
pengertian ini, dimaksudkan adalah usaha untuk mengenali atau menemukan anak
berkebutuhan khusus sesuai dengan ciri-ciri yang ada. Dalam Kamus Kontemporer,
(1985 : 921) dijelaskan bahwa yang dimaksud identifikasi adalah (1) pengenalan,
(2) penyamaan, dan (3) tanda bukti pengenal, Menemukenali anak-anak
berkebutuhan khusus sudah barang tentu membutuhkan perhatian serius. Ada
anak-anak yang dengan mudah dapat dikenali sebagai anak berkebutuhan khusus,
tetapi ada juga yang membutuhkan pendekatan dan peralatan khusus untuk
menentukan, bahwa anak tersebut tergolong anak-berkebutuhan khusus. Anak-anak
yang mengalami kelainan fisisk misalnya, dapat dikenali dengan keberadaannya,
sebaliknya untuk anak-anak yang mengalami kelainan dalam segi intelektual
maupun emosional memerlukan instrument dan alasan yang rasional untuk dapat
menentukan keberadaannya.
Pengamatan yang
seksama mengenai kondisi dan perkembangan anak sangat diperlukan dalam
melakukan identifikasi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah oleh guru, dan
ini dapat dilakukan guru setiap saat. Kendati demikian, untuk dapat memperoleh
informasi yang lebih lengkap, maka usaha identifikasi perlu dilakukan dengan
berbagai cara, selain melakukan pengamatan secara seksama, perlu juga dilakukan
wawancara dengan orangtua ataupun keluarga lainnya. Informasi yang telah
diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk menemukenali dan menentukan
anak-anak yang berkebutuhan khusus.
2. Ruang
Lingkup
Identifikasi yang
dilakukan untuk menemukenali keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di
Sekolah Dasar, berorientasi pada ciri-ciri atau karakteristik ada pada sesorang
anak, yang mencakup kondisi fisik, kemampuan intelektual, komunikasi, maupun
sosial emosional.
a. Kondisi
fisik, ini mencakup keberadaan kondisi fisik secara umum (anggota tubuh) dan
kondisi indera seorang anak, baik secara organic maupun fungsional, dalam
artian apakah kondisi yang ada mempengaruhi fungsinya atau tidak, misalnya
apakah ada kelainan mata yang mempengaruhi fungsi penglihatan. Ini juga
mencakup mekanisme gerak-gerak motorik seperti berjalan, duduk, menulis,
menggambar atau yang lainnya.
b. Kemampuan
intelektual, dalam konteks ini adalah kemampuan anak untuk melaksanakan
tugas-tugas akademik di sekolah. Kesanggupan mengikuti berbagai pelajaran
akademik yang diberikan guru, seperti pelajaran Bahasa dan matematika
(menghitung, membedakan bentuk, dsb).
c. Kemampuan
komunikasi, kesanggupan seorang anak dalam memahami dan mengekspresikan
gagasannya dalam berinteraksi terhadap lingkungan sekitarnya, baik secara
lisan/ucapan maupun tulisan.
d. Sosial
emosial, mencakup aktivitas sosial yang dilakukan seorang anak dalam kegiatan
interaksinya dengan teman-teman ataupun dengan gurunya serta perilaku yang
ditampilkan dalam pergaulan kesehariannya, baik di lingkungan sekolah maupun di
lingkungan lainnya
3.
Teknik Identifikasi
Pada hakekatnya
ada banyak metode atau teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar. Beberapa teknik
khusus akan sangat diperlukan untuk menemukenali anak-anak yang berkebutuhan
khusus.
Namun demikian,
pada kesempatan ini hanya akan diuraikan beberapa teknik identifikasi secara
umum, yang memungkinkan bagi guru-guru untuk melakukannya sendiri di sekolah,
yaitu; observasi; wawancara; tes psikologi; dan tes buatan sendiri. Secara
lebih jelas keempat teknik tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik yang
dapat digunakan untuk melakukan identifikasi anak-anak berkebutuhan khusus,
yaitu dengan cara mengamati kondisi atau keberadaan anak-anak berkebutuhan
khusus yang ada di kelas atau di sekolah secara sistematis. Observasi dapat
dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung, dalam arti
melakukan observasi secara langsung terhadap obyek atau siswa dalam lingkungan
yang wajar, apa adanya dalam aktivitas kesehariannya. Sedang observasi tidak
langsung, dilakukan dengan menciptakan kondisi yang diinginkan untuk
diobservasi, misalnya anak diminta untuk melakukan sesuatu, berbicara, menulis,
membaca atau yang lainnya untuk selanjutnya diamati dan dicatat hasilnya.
Sebenarnya apabila dilihat dari kedudukan observer, observasi dapat pula
dilakukan secara partisipan dan nonpartisipan. Partisipan dalam artian apabila
orang yang melakukan observasi turut mengambil bagian pada situasi yang diobservasi.
Sedang nonpartisipan, apabila orang yang melakukan observasi berada di luar
situasi yang sedang diobservasi, ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan
kecurigaan bagi anak yang diobservasi.
Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
bisa memperoleh data yang lengkap, namun hal ini akan lebih baik dan lebih
mudah dilakukan oleh guru-guru di sekolah, dibandingkan dengan teknik lainnya.
Melalui observasi ini pula akan diperoleh data individu anak yang lebih lengkap
dan utuh baik kondisi fisik maupun psikologisnya. Guru di sekolah akan memiliki
kesempatan yang luas untuk melakukan observasi dalam kegiatan pembelajaran
sehari-hari.
Untuk mempermudah pelaksanaan observasi
dalam upaya identifikasi anakanak berkebutuhan khusus, guru dapat mempersiapkan
lembar observasi sederhana yang dapat dirancang dan dikembangkan berdasarkan
karakteristik yang dimiliki anak-anak berkebutuhan khusus.
Contoh untuk ini:
Nama Siswa
:........................................
Kelas :.......................................
Aspek
|
Indikator
|
Gejala
|
Catatan
|
|
Nampak
|
Tidak nampak
|
|||
penglihatan
|
a. Sering mendekatkan mata saat membaca atau menulis
b. Selalu mencari sumber suara
c. Membutuhkan pertolongan saat mengambil
sesuatu
|
|||
pendengaran
|
a.
Kesulitanmendengarkan penjelasan guru
b.
Selalu mendekatkan telinga saat
berkomunikasi
c.
Sering menggunakan isyarat saat
berkomunikasi
|
|||
Fisik
|
1. Mengalami
kesulitan dalam berjalan atau bergerak
2. Motorik
halusnya kurang saat menulis atau menggambar
3. Kelainan
dari sebagian anggota tubuh
|
|||
Perhatian
|
1. Tidak
dapat memudahkan perhatian
2. Perhatiannya
berubah-ubah
3. Menyibukkan
diri sendiri saat pelajaran
|
|||
Intelektual
|
1. Tidak
dapat menjawab setiap pertanyaan yang diberikan
2. Jarang
mengajukan pertanyaan
3. Pekerjaan
akademiknya tidak teratur
|
|||
Perilaku
|
1. Sering
mengganggu teman
2. Hiperktif
3. Sering
membolos
|
Format
di atas hanya merupakan contoh, yang memungkinkan bagi saudara untuk dapat mengembangkan
secara lebih rinci, berkait dengan kepentingan identifikasi anak-anak
berkebutuhan khusus.
b. Wawancara
Wawancara
merupakan salah satu teknik untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan
anak-anak berkebutuhan khusus, dalam upaya melakukan identifikasi. Apabila data
atau informasi yang diperoleh melalui observasi kurang memadai, maka guru dapat
melakukan wawancara terhadap siswa, orangtua, keluarga, teman sepermainan, atau
fihak-fihak lain yang dimungkinkan untuk dapat memberikan informasi tambahan
mengenai keberadaan anak tersebut.
c. Tes
Teknik lain
yang dapat dilakukan dalam idenditikasi anak-anak berkebutuhan khusus di
sekolah dasar adalah melalui tes yang dibuat sendiri oleh guru. Tes merupakan
suatu cara untuk melakukan penilaian yang berupa suatu tugas atau serangkaian
tugas yang harus dikerjakan oleh anak, yang akan menghasilkan suatu nilai
tentang kemampuan atau perilaku anak yang bersangkutan. Bentuk tes berupa suatu
tugas yang berisi pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah yang harus
dikerjakan anak, untuk selanjutnya dinilai hasilnya.
Di dalam
konteks ini, untuk identifikasi anak berkebutuhan khusus tes dapat dilakukan
dalam bentuk perbuatan ataupun tulisan. Dalam bentuk perbuatan, misalnya guru
dapat meminta siswa yang diduga mengalami kelainan tertentu untuk melakukan
sesuatu yang terkait dengan kemungkinan terjadinya kelainan. Misalnya, untuk
anak yang diduga mengalami kelainan pendengaran diminta untuk menyimak beberapa
jenis suara, kemudian ditanyakan suara apa itu, dari mana datangnya suara, dan
sebagainya. Sedang tes tertulis dapat diberikan kepada siswa-siswa yang diduga
mengalami kelainan untuk menilai kemampuannya. Dalam hal ini, soal atau
pertanyaan-pertanyaan dapat dibuat secara sederhana, sesuai dengan kondisi dan
perkembangan anak. Apabila anak mampu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan
sesuai dengan usianya, maka materi tugas yang diberikan ditingkatkan sesuai
dengan usia di atasnya, sebaliknya bila anak tidak mampu mengerjakan, maka
materi tugas di turunkan di bawah usia anak yang bersangkutan. Hal ini
dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Melalui tes ini guru akan
memperoleh informasi pendukung dalam menafsirkan keberadaan seorang anak,
apakah berkebutuhan khusus atau tidak.
d. Tes
Psikologi
Salah satu
teknik lain yang sangat populer dan sering digunakan dalam upaya identifikasi
anak berkebutuhan khusus adalah dengan tes psikologi. Jenis tes ini memiliki
kelebihan dibanding dengan tes yang lainnya, karena memiliki akurasi yang lebih
baik dibanding tes buatan guru. Selain waktu pelaksanaannya yang lebih singkat,
melalui tes psikologi juga dapat diprediksikan apa-apa yang akan terjadi dalam
belajar anak di tahapan berikutnya. Untuk melihat tingkat kecerdasan seorang
anak, tes psikologi merupakan salah satu instrumen yang lebih obyektif dan
validitasnya telah teruji.
Sebenarnya
tes psikologi tidak hanya terbatas pada tes kecerdasan saja, namun ada juga
jenis tes psikologi yang digunakan untuk melihat aspek kepribadian atau perilaku
seseorang. Untuk melihat kecerdasan, ada beberapa jenis tes yang dapat
digunakan seperti; Test Stanford-Binet, yaitu tes buatan Binet yang
dimodifikasi oleh Stanford University, kemudian Wechsler Intelligence Scale for
Children (WISC), maupun Raven’s Matrices. Demikian pula untuk mengetahui
kepribadian, perilaku, atau bakat khusus seseorang. Ada beberapa jenis tes
psikolologi yang digunakan, namun hal ini tidak akan dibahas di sini mengingat
keterbatasan konteksnya.
Dari
beberapa teknik identifikasi yang diuraikan tersebut, diharapkan saudara akan
mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai keberadaan anak-anak
berkebutuhan khusus di sekolah. Untuk menafsirkan dan menentukan apakah
seseorang anak mengalami kelainan atau berkebutuhan khusus, tentunya membutuhkan
pengetahuan atau wawasan yang lebih luas mengenai keberadaan anak berkebutuhan
khusus. Namun yang perlu diperhatikan, bahwa identifikasi merupakan langkah
awal yang dilakukan guru dalam memberikan layanan yang sesuai bagi anak-anak
berkebutuhan khusus. Apabila saudara masih mengalami kendala, maka sudara dapat
juga melakukan koordinasi atau merefer dengan fihak lain yang lebih kompeten.
B. Asesmen
1.
Pengetian Asesmen
Pengertian asesmen
dalam kerangka pendidikan anak berkebutuhan khusus, dimaksudkan sebagai usaha
untuk memperoleh informasi yang relevan guna membantu seseorang dalam membuat
suatu keputusan. Dalam istilah Bahasa Inggris assessment berarti
penilaian terhadap suatu keadaan, penilaian dalam konteks ini adalah evaluasi
terhadap kondisi atau keadaan anak-anak berkebutuhan khusus, jadi bukan
merupakan penilaian terhadap hasil suatu aktivitas atau kegiata pembelajaran di
sekolah. Walace, G & Larsen (1978:7) menegaskan pula, bahwa asesemen
merupakan proses pengumpulan informasi pembelajaran yang relevan. Asesmen
merupakan aktivitas yang amat penting dalam proses pembelajaran di sekolah,
untuk itu pelaksanaannya harus benar-benar dilakukan secara obyektif dan komprehentif
terhadap kondisi dan kebutuhan anak. Sebenarnya masih banyak sekali definisi
atau pengertian asesmen yang dirumuskan oleh para ahli, yang pada intinya
mengarah pada upaya pengumpulan informasi dalam upaya perencanaan dan
implementasi pembelajaran siswa di sekolah.
Sebagai tindak
lanjut dari identifikasi, hasil yang diperoleh dari asesemen pendidikan akan
bermanfaat bagi guru sebagai panduan dalam dua hal pokok, yaitu merencanakan
program dan implementasi program pembelajaran. Untuk itu dalam upaya
perencanaan tujuan dan penentuan sasaran pembelajaran, dan strategi pembelajaran
yang tepat, dalam asesmen pendidikan anak berkebutuhan khusus sangat diperlukan
adanya pengumpulan informasi yang relevan dan komprehensif. Data atau informasi
yang diperoleh dalam asesmen ini umumnya berkenaan dengan tahap pembelajaran,
kelemahan dan kecakapan, serta hal-hal yang berkaitan dengan perilaku seorang
siswa.
2.
Tujuan Asesmen
Ada beberapa
tujuan yang ingin dicapai terkait dengan dilaksanakan asesmen di sekolah,
khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Terkait dengan waktunya Moh Amin (1995:125)
menjelaskan adanya lima tujuan dilaksanakannya asesmen bagi anak berkebutuhan
khusus, yaitu (1) menyaring kemampuan anak, yaitu untuk mengetahui kemampuan
anak pada setiap aspek, misalnya bagaimana kemampuan bahasa, kognitif,
kemampuan gerak, atau penesuaian dirinya, (2) pengklafifikasian, penempatan,
dan penentuan program, (3) penentuan arah dan tujuan pendidikan, ini terkait
dengan perbedaan klasifikasi berat ringannya kelainan yang disandang seorang
anak, yang berdampak pada perbedaan tujuan pendidikannnya, (4) pengembangan
program pendidikan individual yang sering dikenal sebagai individualized
educational program, yautu suatu program pendidikan yang dirancang khusus
secara individu untuk anak-anak berkebutuhan khusus, dan (5) penentuan strategi,
lingkungan belajar, dan evalusi pembelajaran.
Selain kelima
tujuan di atas, Wallace, G & Larsen, S (1978: 5) mengemukakan adanya dua
tujuan dalam pelaksanaan asesmen, yaitu (1) untuk mengidentifikasi dan
terkadang pemberian label untuk kepentingan administrative masalah belajar yang
dialami anak-anak berkebutuhan khusus, dan (2) untuk memperoleh informasi
tambahan yang dapat membantu dalam merumuskan tujuan pembelajaran, dan strategi
pemberian remedial bagi anak-anak yang diduga berkebutuhan khusus. Dari uraian
tujuan di atas, setidaknya ada beberapa hal penting yang perlu digarisbawahi
dalam asesmen, yaitu (1) asesmen dilakukan untuk penseleksian anak-anak yang
berkebutuhan khusus, (2) asesmen bertujuan pula untuk penempatan siswa, sesuai
dengan kemampuannya, (3) untuk merencakan program dan strategi pembelajaran,
dan (4) untuk mengevaluasi dan memantau perkembangan belajar siswa.
Secara khusus,
sesunggungnya tujuan asesmen dapat berorientasi pada keterampilan-keterampilan
yang dimiliki oleh seorang anak, baik dalam segi kemampuan akademik ataupun
nonakademik.
3. Langkah
Pelaksanaan
Sebagai suatu aktivitas
yang sistematik dan berkelanjutan, sudah barangtentu asesmen perlu dilakukan
sesuai dengan prosedur yang baik, agar dengan begitu hasil yang dicapai sesuai
dengan tujuan yang diharapkan. Adanya beberap factor yang terkait dengan
pelaksanaan asesmen juga harus dipertimbangkan secara seksama.
Tahapan
asesmen dilakukan dengan terlebih dahulu merumuskan tujuannya dengan
memperhatikan tahapan ruang lingkup materinya. Setelah tujuan ditentukan
langkah selanjutnya adalah merumuskan prosedurnya, yang dapat dilakukan
melalui tes formal maupun informal untuk memperoleh informasi yang
diperlukan. Dari hasil informasi yang telah diperoleh, selanjutnya
diolah dan dianalisis guna menentukan tujuan pembelajaran, dan
strateginya dalam pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Setelah langkah-langkah tersebut dilakukan, maka sebagai tindak lanjutnya adalah
implementasi kegiatan pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Secara
lebih spesifik Mercer & Mercer (1989:38) menjelaskan adanya beberapa
langkah yang dilakukan dalam asesmen anak berkebutuhan khusus di sekolah,
yaitu:
a) Menentukan
cakupan dan tahapan keterampilan yang akan diajarkan. Agar pelaksanaan asesmen
dapat dilakukan secara efektif, maka seyogyanya guru terlebih dahulu memahami
tahapan kompetensi pembelajaran siswa dalam bidang pembelajaran tertentu. Ini
penting dilakukan untuk mengetahui dengan jelas keterampilan-keterampilan apa
yang telah dikuasai siswa. Secara teknik guru dapat melakukannya melalui
analisis tugas dalam kegitan pembelajaran di sekolah.
b) Menetapkan
perilaku yang akan diases. Asesmen perilaku diawali dari tahapan yang paling
umum menuju tahapan yang khusus. Perilaku umum menunjuk pada rentang kompetensi
siswa dalam penguasaan materi kurikulum, misalnya pada mata pelajaran bahasa
mencakup kompetensi dasar untuk semua aspek bahasa. Sedang yang khusus, mungkin
hanya pada aspek membaca saja.
c) Memilih
aktivitas evaluasi, guru harus mempertimbangkan aktivitas yang akan dilakukan
itu untuk evaluasi dalam rentang kompetensi umum, atau kompetensi khusus .
Evaluasi kompetensi umum, lazimnya dilakukan secara periodik (semester), sedang
untuk kompetensi khusus sebaiknya dilakukan secara formatif dan
berkesinambungan.
d) Pengorganisasian
alat evaluasi. Hal ini perlu dilakukan berkenaan dengan evaluasi pendahuluan,
yang mencakup; identifikasi masalah, pencatatan bentuk-bentuk kesalahan yang
terjadi, dan evaluasi keterampilanketerampilan tertentu. Setelah evaluasi awal
dilakukan, selanjutnya ditentukan tujuan dan strategi pembelajaran, serta
implementasi dan pemantuan kemajuan belajar siswa.
e) Pencatatan
kinerja siswa. Ada dua hal mengenai kinerja siswa yang harus dicatat guru,
yaitu kinerja siswa pada pelaksanaan tugas sehari-hari, dan penguasaan
keterampilan secara keseluruhan, yang umumnya dicacat pada laporan kemajuan
belajar siswa.
f)
Penentuan tujuan pembelajaran khusus
untuk jangka pendek dan jangka panjang. Di sini guru perlu merumuskan tujuan
pembelajaran khusus bagi anak dalam jangka pendek secara spesifik, misalnya
dalam aspek membaca atau mengeja dalam pelajaran bahasa, tetapi harus tetap
berkontribusi dalam tujuan jangka panjang.
Langkah-langkah
pelaksanaan asesmen sebagaimana diuraikan di atas, secara struktur telah
dikembangkan berdasarkan kebutuhan pendidikan anak-anak bekebutuhan pendidikan
khusus, sehingga dapat dijadikan panduan bagi guru dalam
melakukan asesmen di
sekolah. Guru tentunya juga diharapkan dapat menyesuaikan sendiri dengan kebutuhan
dan kondisi yang dihadapi di sekolahnya masing-masing.
4. Teknik
Pelaksanaan Asesmen
Terdapat beberapa
teknik atau metode yang dapat dilakukan dalam upaya pelaksanaan asesmen untuk
anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah (dasar). Beberapa diantara yang dapat
dijelaskan di sini adalah melalui observasi, tes formal dan informal, dan
wawancara, dengan didukung beberapa instrumen seperti checklist ataupun skala
penilaian.
a. Observasi,
merupakan pengamatan yang dilakukan secara seksama terhadap aktivitas belajar
siswa, seperti cara pelajar, kinerja, perilaku, ataupun kompetensi yang
dicapai.
b. Tes
formal, sesungguhnya merupakan merupakan suatu bentuk tes yang telah
terstandarkan, yang memiliki acuan norma ataupun acuan patokan dengan tolok
ukur yang telah ditetapkan. Tes demikian umumnya dikembangkan secara global,
oleh para ahli dibidangnya. Dalam konteks asesmen pendidikan anak-anak
berkebutuhan khusus, sesungguhnya kurang cocok untuk dilakukan, jika dilihat
dari tujuannya yang sangat spesifik, dan mencakup persoalan-persoalan
pendidikan yang unik, yang dihadapi siswa berkebutuhan khusus secara
individual.
c. Tes
informal. Suatu jenis tes yang sangat bermanfaat dan sangat sesuai untuk
memperoleh informasi tentang berbagai hal yang berkenaan dengan kompetensi dan
kemajuan belajar anak berkebutuhan khusus. Tes informal umumnya dipersiapkan
dan disusun sendiri oleh guru, serta digunakan secara intensif untuk mengetahui
kompetensi-kompetensi khusus pada anak. Dalam kaitannya dengan asesmen, ada
beberapa bentuk yang sering digunakan, yaitu checklist, tes buatan
sendiri, ataupun berupa cloze
d. Wawancara,
atau interview untuk memperoleh informasi dengan sasaran utama orangtua,
keluarga, guru di sekolah ataupun teman sepermainan.
C. Pemberian
Layanan Pendidikan
1. Identifikasi
Kebutuhan Pendidikan
Langkah awal dalam
pemberian layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di sedolah dasar adalah
melakukan identifikasi dan asesmen terhadap kebutuhan pendidikan dari siswa
yang bersangkutan. Temukan terlebih dahulu anak-anak yang diduga mengalami
kelainan atau berkebutuhan khusus, dengan beberapa teknik identifikasi dan
asesmen yang telah saudara pelajari sebelumnya. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan, mengingat kebutuhan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
sangatlah spesifik, dengan berbagai keunikan yang dimiliki. Melalui asesmen
permasalahan-permasalahan pendidikan khusus yang dialami anak akan diketahui,
dalam bidang apa, dan rentang persoalan yang dihadapinya.
Anak-anak yang
mengalami kesulitan dalam aspek berbahasa, tentu akan berbeda program dan
strategi pelayanan dengan anak-anak memiliki permasalaham pada aspek
matematika. Persoalan pendidikan yang dihadapi anak berkebutuhan banyak sekali
ragamnya, yang secara umum berkenaan dengan membaca, menulis dan berhitung (3R,
reading, writing, arithmetic). Namun secara lebih spesifik juga mencakup
berbagai aspek seperti; aspek persepsi, visual dan auditori; mental; berbicara,
kemampuan dan perkembangannya; analisis kata; memahami bacaan; mengeja;
menulis; matematika, hitungan, penalaran, cerita; dan aktivitas motorik. Kondisi
yang demikian secara spesifik perlu diidentifikasi dan dilakukan asesmen terlebih
dahulu, untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya secara obyektif.
Untuk memperoleh
informasi yang obyektif guna menentukan kebutuhan dan aspek persoalan khusus
yang dihadapi siswa di sekolah dasar, dapat ditempuh langkah-langkah
sebagaimana yang telah dibahas pada kajian identifikasi dan asesmen. Setidaknya
dapat dilakukan dengan beberapa teknik yang dapat dilakukan guru di sekolah;
a. Observasi,
dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kondisi umum dan perkembangan
belajar seorang siswa di sekolah.
b. Tes
informal dan formal untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan-keterampilan
bidang tertentu yang mampu atau belum mampu dilakukan oleh seorsng siswa.
Dengan
melakukan identifikasi dan asesmen terhadap siswa, guru akan dapat mengetahui
dan menentukan kondisi permasalahan yang dihadapi anak-anak berkebutuhan khusus
di sekolah. Langkah selanjutnya adalah merencanakan program pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhannya.
2. Pengembangan
Program
Salah satu program
pembelajaran yang dirancang untuk anak-anak berkebutuhan khusus adalah program
pembelajaran individual, yaitu program yang disusun sesuai dengan kebutuhan
individu anak-anak berkebutuhan pendidikan khusus, baik untuk pendidikan jangka
pendek atau jangka panjang. Istilah program pembelajaran individual (PPI),
merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris, The Individualized Educational
Program (IEP), yang menurut Hallahan (1991:25) dalam persiapannya harus
merumuskan tingkat kemampuan siswa saat ini, yang memiliki tujuan jangka pendek
ataupun jangka panjang. Sedang pmemberian layanan diberikan dengan menyusun
rencana, aktivitas kegiatan dan melakukan evaluasi. Semua program yang
dilakukan untuk anak berkebutuhan khusus tersebut haruslah memperoleh
persetujuan dari orangtua murid.
Idealnya menurut
Moh. Amin (1995:193) semua siswa berkebutuhan khusus yang berkelainan fisik
dan/mental dilayani dengan PPI terutama diperuntukkan bagi murid berkelainan
pada tingkat sedang dan berat. Hal ini sangat penting dilakukan karena
kompleksnya pengembangan PPI itu sendiri. Mengenai program dan pelaksanaannya,
amat penting adanya persetujuan dan kesepakatan dengan orangtua, yang menurut Hallahan
(1991:30) menyangkut ketentuan-ketentuan; (1) tingkat kemampuan akademik siswa
pada saat ini, (2) tujuan tahunan untuk setiap siswa, (3) hubungan antara
tujuan jangka pendek dan jangka panjang, (4) hubungan antara pendidikan khusus
dan pelayanan yang diberikan, serta memberikan kesempatan kepada tiap anak yang
berhasil untuk turut serta dalam program pendidikan umum, (5) rencana untuk
memulai layanan dan mengantisipasi lamanya pelayanan, dan (6) prosedur evaluasi
untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan program.
Pengembangan PPI
sesungguhnya tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang guru, tetapi harus ada
koordinasi dengan berbagai fihak terkait di sekolah, Dinas pendidikan, komite,
dan orangtua murid. Hal ini mengingat kompleksnya permasalahan yang ada, yang
harus ditangani secara bersama-sama. Langkah awal yang harus dilakukan untuk
penyelenggaraan program PPI adalah membentuk tim penyusun program, dengan kerja
awal melakukan diskusi-diskusi dan menganalisis permasalahan yang dihadapi
siswa, untuk selanjutnya dibuatkan program yang sesuai dengan kebutuhannya.
Proses
pengembangan PPI dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa panduan prosedur
teknis, yaitu; (1) mendeskripsikan kompetensi siswa secara rinci pada saat
sekarang dalam berbagai bidang pelajaran, misalnya dalam menulis apakah siswa
sudah dapat membuat garis tebal/tipis, tegak bersambung, atau lainnya; (2)
merumuskan tujuan, baik jangka panjang (tahunan) ataupun tujuan jangka pendek,
secara khusus dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam merumuskan tujuan, harus mencakup keterampilan funsional
praktis bagi siswa, sesuai dengan perkembangan siswa, serta realistic; (3) menentukan
teknik dan alat evaluasi untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai; (4) mengembangkan
ranah kurikulum yang akan dibuat atau diprogramkan, serta (5) menetapkan
strategi pembelajaran, sesuai dengan penekanan pada ranah kurikulumnya.
Dari beberapa
prosedur pengembangan program pembelajaran individual sebagaimana dikemukakan
di atas, tentunya para guru di sekolah dasar akan dapat mengembangkan suatu
model program pembelajaran individual secara praktis, yang dapat dilakukan oleh
guru sesuai dengan kebutuhan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus di
lingkungan sekolah masing-masing.
Berikut ini adalah
contoh format untuk program pembelajaran individual bagi anak berkebutuhan
khusus;
PROGRAM PEMBELAJARAN
INDIVIDUAL
Hari/Tgl/Bl/Th
: .....................................................................
Nama
Siswa : ....................................................................
Alamat
: ....................................................................
Nama
Sekolah : .....................................................................
Kelas
: .....................................................................
Bid
Kesulitan : .....................................................................
Guru : .....................................................................
KOMPETENSI SISWA SAAT INI
....................................................................................................
....................................................................................................
KOMPETENSI DASAR YANG
HARUS DIKUASAI
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
Guru
dapat mengembang-kan sesuai dengan kebutuhan, dan kepentingannya jangka pendek
maupun jangka panjang. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan
model pembelajaran individual, bahwa model haruslah mengandung beberapa unsur
utama, yaitu (1) adanya identitas siswa, (2) tingkat kompetensi yang dimiliki
siswa saat ini, (3) tujuan jangka panjang dan jangka pendek, (3) materi sesuai
ranah kurukulumnya, (4) strategi pembelajaran yang ditetapkan, dan (5) jenis
dan alat evaluasi untuk mengukur kemajuan yang dicapai.
3. Pelaksanaan
Setelah program
pembelajaran dibuat, selanjutnya adalah implementasinya dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini, guru harus mempertimbangkan berbagai
aspek dalam pelaksanaannya, yang memungkinkan program dapat berjalan secara
efektif. Selain itu, perlu pula dipersiapkan beberapa hal penting yang terkait
dengan program, diantaranya:
a) Mencermati
tujuan dan sasaran program yang akan dicapai, baik secara umum ataupun khusus
berkenaan dengan pembelajaran baik anak berkebutuhan khusus di sekolah.
b) Materi
dan lembar kegiatan, yang diperlukan selama pelaksanaan program berlangsung di
sekolah. Materi pembelajaran merupakan bagian penting yang harus dipersiapkan,
dengan memperhatikan kompetensi yang akan dicapai, serta struktur dan ranah
kurikulum yang dikembangkan.
c) Fasilitas
dan sumber belajar, yaitu berupa media atau ruang sumber untuk kegiatan
pembelajaran. Media haruslah dapat dimanfaatkan secara optimal dalam mendukung
pencapaian tujuan, dan harus dibuat secara kreatif sesuai dengan karakateristik
kebutuhan siswa, misalnya untuk penyandang tunarungu media yang berwarna-warni
akan lebih menarik bagi anak yang mengandalkan persepsi visualnya. Sedang ruang
sumber merupakan satu kebutuhan pembelajaran untuk anak-anak berkebutuhan
khusus di sekolah umum (SD), yang dapat dijadikan tempat layanan pendidikan
khusus.
d) Kalender
pembelajaran. Selain memperhatikan kalender pendidikan secara umum secara
nasional dan tingkat daerah, kalender pelaksanaan program pembelajaran
individual dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kondisi lingkungan sekolah
masing-masing. Kegiatan dapat dilakukan pada siang hari, atau pada waktu-waktu
luang yang memungkinkan program dapat berlangsung. Mungkin tidak harus tiap
hari dilakukan, tetapi hanya dua atau tiga hari dalam seminggu, pada hari-hari
tertentu saja.
e) Sebelum
pelaksanaan program dilakukan, maka perlu terlebih dahulu dilakukan rapat
koordinasi tim yang melibatkan berbagai unsur sekolah, komite, dan orangtua
siswa yang bersangkutan. Ini dilakukan terutama untuk persiapan dan penentuan
agenda kegiatan program.
Dengan
mempersiapkan pelaksanaan program dengan sebaik-baiknya, maka kompetensi yang
diharapkan untuk mengatasi kesulitan akan lebih mudah dicapai. Selama kegiatan
berlangsung, guru bukan hanya berperan sebagai pengajar, lebih dari itu adalah
sebagai fasilitator dan motivator dalam pelaksanaan program. Kegiatan juga
harus dimonitor dan dievaluasi setiap saat untuk melihat perkembangan atau
kemajuan yang dicapai siswa, melalui observasi ataupun tes. Secara periodic
dapat dilakukan tes informal guna memberikan umpan balikan dalam pelaksanaan
program yang lebih baik.
4.
Evaluasi
Evaluasi diberikan pada setiap akhir
kegiatan pembelajaran atau dalam periode waktu tertentu dalam bentuk tes
informal maupun tes formal. Hal ini dilakukan untuk mengukur tingkat kemajuan
dan prestasi belajar yang telah dicapai siswa. Jenisnya berupa tes tertulis,
lisan ataupun perbuatan yang merupakan rangkaian penyelesaian tugas-tugas
pembelajaran yang disampaiakan dalam kegiatan pembelajaran. Untuk anak-anak
berkebutuhan khusus, sesungguhnya evaluasi dapat dilakukan dengan portofolio,
melalui serangkaian kegiatan atau tugas-tugas yang telah dilakukan atau dibuat
siswa. Aktivitas atau pekerjaan anak selama kegiatan pembelajaran yang
mencerminkan performans anak selama kegiatan menjadi dasar penilaian.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum, identifikasi
adalah upaya menemukenali anak-anak yang diduga mengalami kelainan, atau
berkebutuhan khusus. Kegiatan ini sangat penting dilakukan oleh guru, untuk
dapat mememukan dan memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan pendidikannya. Identifikasi
dapat dilakukan dengan beberapa teknik, diantaranya melalui observasi yang
dilakukan secara seksama dan sistematis, baik langsung maupun tidak langsung.
Untuk melengkapi data atau informasi yang diperoleh melalui observasi tersebut,
perlu dilakukan pula wawancara dengan orangtua, keluarga, teman sepermainan,
ataupun dengan fihak-fihak lain yang dapat memberikan informasi tambahan
mengenai keberadaan seorang anak. Selain itu identifikasi juga dapat dilakukan
melalui teknik tes yang berupa serangkaian tugas yang harus dikerjakan anak,
baik yang sederhana buatan guru sendiri ataupun tes psikologi yang telah
distandarkan.
Pada intinya asesmen
berorientasi pada upaya pengumpulan informasi secara sistematis dalam upaya
perencanaan dan implementasi pembelajaran siswa di sekolah. Tujuan daripada
pelaksanaan asesmen dalam konteks pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus
diantaranya adalah untuk (1) penseleksian anak-anak yang berkebutuhan khusus,
(2) penempatan siswa berkebutuhan khusus, sesuai dengan kemampuannya, (3)
perencanaan program dan strategi pembelajaran, dan (4) mengevaluasi serta
memantau perkembangan belajar siswa.
Untuk mengobtimalkan
potensinya, maka perlu dirancang program khusus yang
sesuai
dengan kebutuhan pendidikan masing-masing individu, yang mungkin selama ini
masih mengikuti program umum di sekolahnya. Program pembelajaran individual
(PPI) merupakan salah satu program yang disusun sesuai dengan kebutuhan
individu anak-anak berkebutuhan pendidikan khusus, baik untuk pendidikan jangka
pendek atau jangka panjang. Langkah awal untuk mengembangkan program
pembelajaran individu adalah dengan melakukan identifikasi dan asesmen untuk
mengetahui kompetensi dan bidang kesulitan yang dialami oleh seorang anak.
B.
Saran
Dengan diketahui bagaimana cara mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus dapat mengenali anak berkebutuhan khusus sehingga dapat
mengetahui bagaimana memberkan layanan pendidikan khusus pada anak berkebutuhan
khusus dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar.
DAFTAR
PUSTAKA
Suparno. 2007. Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi :
Departemen Pendidikan Nasional.
Komentar
Posting Komentar