media dan metode pembelajaran ips sd

MAKALAH
“ Media dan Metode Pembelajaran IPS SD”
Dibuat dalam rangka memenuhi tugas Pengembangan Pendidikan IPS di SD

Disusun oleh :
KELOMPOK 6
1.      RAMADANIA ( F1081151044 )
2.      ROHANA ( F1081151009)
3.      SUSI ANGGRAINI ( F1081151081 )
KELAS 4 C REGULER



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017



KATA PENGANTAR
            Segala puji bagi Allah SWT,Tuhan semesta alam karena berkat rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Media dan Metode Pembelajaran IPS SD, meski masih memiliki banyak kekurangan baik dari struktur maupun isi yang disampaikan.
            Makalah ini menjelaskan tentang macam-macam media dan metode yang digunakan dalam pembelajaran ips di SD. Tujuan penulis dalam membuat makalah ini adalah untuk memberikan informasi serta menambah wawasan bagi pembaca tentang ilmu Pembelajaran, khususnya media dan metode dalam pembelajaran IPS SD.
            Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Dr. H. Suhardi Marli, M.Pd  selaku dosen pembimbing, serta tak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan seperjuangan yang turut membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
            Didalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan. Oleh karena itu,segala kritik dan saran demi perbaikan kami terima dengan senang hati. Akhirnya mohon maaf atas kurang lebihnya,semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penyusun sendiri maupun bagi para pembaca.



Pontianak, April 2017


Penulis





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB    I          PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah.........................................................................1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................2
C.     Tujuan....................................................................................................2
BAB    II        PEMBAHASAN
A.    Pengertian Media ………………………………………....…… ……..3
B.     Fungsi media …………..………………………………………….......3
C.     Jenis-jenis Media dalam pembelajaran IPS………………………....…5
D.    Teknik pemilihan Media dalam Pembelajaran IPS………………........9
E.     Pengertian Metode mengajar …………………..……………….........10
F.      Kriteria menentukan metode Pembelajaran …..………………....…..12
G.    Macam-macam Metode atau pendekatan Pembelajaran Ips……...….13
BAB    III        PENUTUP
A.    Kesimpulan..........................................................……………………20
B.     Saran....................................................................……………………20

DAFTAR PUSTAKA............................................................……………………21







BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Dewasa ini media pendidikan memiliki peranan penting di dalam proses pembelajaran. Dunia pendidikan menuntut penggunaan media pendidikan dari yang sederhana sampai yang canggih. Dengan kata lain media itu tidak hanya sekedar sebagai alat bantu, melainkan dipandang sebagai komponen penting dalam pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dewasa ini telah banyak menggunakan multimedia dan mulai mengurangi penyampaian bahan pelajaran dengan cara ceramah. Lebih-lebih pada kegiatan pembelajaran yang menekankan keterampilan proses, maka peranan media menjadi sangat penting. Seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) akan membawa perubahan yaitu bergesernya peranan guru termasuk guru IPS sebagai penyampai pesan/informai. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber informasi dalam pembelajaran karena siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber, misalnya buku literatur, TV, siaran radio, surat kabar, dan majalah, bahkan dari jaringan internet.
Telah terjadi pergeseran pola sistem mengajar yaitu dari guru yang mendominasi kelas menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran. Guru seharusnya berperan fasilitator belajar dari pada sebagai pengajar dan tidak merupakan satu-satunya sumber informasi. Dalam rangka meningkatkan kualitaspembelajaran, guru harus menciptakan kondisi belajar yang aktif dan kreatif. Kegiatan pembelajaran harus menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi pengalaman sukses, dan mengembangkan kecakapan berfikir siswa (Dikti.:2005). Pembelajaran yang berkualitas akan tercapai apabila guru menguasai teknikteknik penyajian materi atau metode yang tepat (Roestiyah.NK. 1989;1). Metode atau pendekatan merupakan pelicin jalan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan metode dan pendekatan dalam proses pembelajaran yang dipilih guru merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas pembelajaran.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian media pembelajaran ?
2.      Apa saja fungsi media dalam pengajaran IPS?
3.      Apa saja jenis-jenis media dalam pengajaran IPS?
4.      Bagaimana teknik dalam memilih media pengajaran IPS SD?
5.      Apa pengertian metode mengajar?
6.      Apa kriteria dalam menentukan metode pembeajaran?
7.      Apa saja macam-macam metode/pendekatan pembelajaran IPS di SD?
C.     Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian tentang media pembelajaran
2.      Menjelaskan fungsi media dalam pengajaran IPS
3.      Menyebutkan jenis-jenis media menurut klasifikasinya
4.      Menjelaskan teknik memilih media dalam pengajaran IPS SD
5.      Menjelaskan pengertian metode mengajar
6.      Menjelaskan kriteria menentukan metode pembelajaran IPS di SD
7.      Menyebutkan macam-macam metode/pendekatan pembelajaran IPS di SD


























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Media Pembelajaran IPS di SD
1.      Pengertian Media
Secara harafiah kata “media” berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang berarti perantara atau alat (sarana) untuk mencapai sesuatu. Assosistion for Education and Communication Technology (AECT) mendifinisikan media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi. Sedangkan Education Assiciation (NEA) mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulaksikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional. Lebih jelas lagi Koyo K dan Zulkarimen Nst. (1983) mendefinisikan media sebagai berikut: “Media adalah sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan seseorang sehingga dapat mendorong tercapainya proses belajar pada dirinya”.
Dari tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa, sehingga dapat terjadi proses belajar pada dirinya. Penggunaan media secara efektif memungkinkan siswa dapat belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Sedangkan media pengajaran (Kosasih Djahiri.1978/1979:66) adalah segala alat bantu yang dapat memperlancar keberhasilan mengajar. Alat bantu mengajar ini berfungsi membantu efisiensi pencapaian tujuan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar, guru harus selalu menghubungkan alat bantu mengajar dengan kegiatan mengajarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud media adalah alat atau sarana yang digunakan sebagai perantara (medium) untuk menyampaikan pesan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses komunikasi yang didalamnya ada unsur-unsur: sumber pesan (guru), penerima pesan (siswa), dan pesan yaitu materi pelajaran yang diambil dari kurikulum.
2.      Fungsi Media
Di dalam proses belajar mengajar dewasa ini, masih banyak guru-guru yang enggan memanfaatkan media yang tersedia. Tetapi terjadi kecenderungan para siswa dibiasakan sekedar mendengarkan apa yang diajarkan oleh guru, kemudian mencatat, dan dipaksa menghafalkan di luar kepala, atau sering dikenal dengan istilah duduk, dengar, catat, hafal.
Keadaan seperti ini akan menghasilkan sikap verbalisme yang mengakibatkan siswa hanya pasif di dalam proses belajar mengajar. Dalam rangka menciptakan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) serta mengembangkan keterampilan proses pada siswa, penggunaan berbagai macam media (multimedia) sangat membantu proses pembelajaran. Pada hakikatnya proses pembelajaran adalah proses komunikasi, kegiatan di kelas merupakan tempat guru dan siswa melakukan tukar pikiran dan mengembangkan ide-idenya. Dalam berkomunikasi sering terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga komunikasi menjadi tidak efektif karena adanya kecenderungan verbalisme, ketidak siapan, dan kurangnya minat siswa. Salah satu usaha mengatasinya adalah dengan menggunakan media secara terintegrasi dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu penggunaan media harus dirancang, disiapkan, dipilih dan disusun secara cermat sesuai dengan tujuan instruksional yang hendak dicapai. Sebagai salah satu komponen sistem, maka media ikut mempengaruhi bekerjanya komponen lain, dengan demikian ikut menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa media bukan lagi sekedar sebagai alat bantu, tetapi merupakan bagian integral dari sistem instruksional. Maka penggunaan media dalam proses pembelajaran mutlak diperlukan. Penggunaan media dalam proses pembelajaran, menurut Basyaruddin Usman dan H. Asnawir (2002; 13-15) mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut:
a)      Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa.
Pengalaman masing-masing individu sangat beragam, misalnya dua siswa yang berasal dari dua lingkungan keluarga dan masyarakat yang berbeda akan menentukan pengalaman yang berbeda pula. Media dapat mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.
b)      Media dapat mengatasi ruang kelas
Di dalam kelas banyak hal yang sulit untuk dialami langsung oleh siswa. Misalnya obyek yang terlalu besar atau terlalu kecil, gerakan-gerakan yang terlalu cepat atau terlalu lambat, dan hal-hal yang terlalu komplek, semuanya dapat diperjelas dengan menggunakan media.
c)      Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan
Misalnya mengamati, mengidentifikasi gejala fisik/lingkungan dan masalah-masalah sosial di masyarakat.
d)     Media menghasilkan keseragaman pengamatan
Pengamatan yang dilakukan siswa secara bersama-sama dapat diarahkan kepada hal-hal yang penting sesuai tujuan yang ingin dicapai.
e)      Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis
Penggunaan media gambar, film model, grafik, atau bahkan benda-aslinya dapat memberikan konsep yang benar.
f)       Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru
Dengan menggunakan media, pengalaman anak semakin luas, persepsi semakin tajam, pemahaman konsep-konsep semakin lengkap. Dengan demikian menambah rasa ingin tahu siswa, selanjutnya dapat menimbulkan minat baru untuk belajar.
g)      Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar
Pemasangan gambar dengan warna yang menarik di papan tulis, mendengarkan siaran radio, pemutaran film, semuanya itu dapat menimbulkan rangsangan untuk belajar lebih lanjut.
h)      Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari sesuatu yang konkrit sampai kepada sesuatu yang abstrak
Pemutaran film tentang suatu benda atau peristiwa yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh siswa akan memberikan gambaran secara konkrit tentang wujud, ukuran, dan lokasi. Selain itu juga dapat pula mengarahkan kepada generalisasi tentang arti kepercayaan dan kebudayaan. Dengan konsepsi yang semakin mantap itu fungsi media dalam kegiatan pembelajaran tidak lagi sekedar sebagai alat bantu, melainkan sebagai pembawa informasi/pesan pembelajaran yang dibutuhkan siswa.
            Oleh karena itu penggunaan media dalam pembelajaran harus dipersiapkan secara matang. Sebelum menetapkan jenis media apa yang akan digunakan dalam proses pembelajarannya, sebaiknya seorang guru memperhatikan hal-hal penting tentang media pengajaran.
3.      Jenis-jenis Media dalam Pengajaran IPS
Jenis-jenis media pengajaran yang dapat di siapkan dan dikembangkan dalam
a.       Media yang tidak diproyeksikan
Jenis media ini tidak memerlukan proyektor (alat proyeksi) untuk melihatnya. media yang tidak diproyeksikan ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: gambar diam, bahan-bahan grafis, serta model dan realita (Mukminan. 2000 :91).
1)      Gambar diam (still- picture)
Gambar diam adalah gambar fotografik atau menyerupai foto-grafik yang menggambarkan lokasi atau tempat, benda-benda serta obyek-obyek tertentu. Gambar diam yang paling banyak digunakan dalam pengajaran IPS adalah peta, gambar obyek-obyek tertentu, misalnya: gunung, pegunungan, lereng, lembah serta benda-benda bersejarah.
2)      Bahan-bahan grafis (graphic-materials)
Bahan-bahan grafis adalah bahan-bahan non fotografik dan bersifat dua dimensi yang dirancang terutama untuk mengkomunikasikan suatu pesan kepada siswa (audience). Bahan grafis ini umumnya memuat lambanglambang verbal dan tanda- tanda visual secara simbolis. Bahan-bahan grafis ini terdiri dari: grafik, diagram, chart, sketsa, poster, kartun, dan komik.
3)      Model dan realita
Model adalah media yang menyerupai benda yang sebenarnya dan bersifat tiga dimensi. Jadi benda ini merupakan tiruan dari benda atau obyek sebenarnya yang sudah disederhanakan. Dengan model ini siswa mendapatkan pengertian yang konkrit tentang benda atau obyek yang sebenarnya dalam bentuk yang disederhanakan (diperbesar atau diperkecil). Model seperti ini banyak dipakai di sekolah-sekolah dewasa ini, misalnya: model gunung berapi yang dibuat dari ( tanah liat, kertas atau semen ), tiruan tentang rumah, model candi, pabrik, model tiruan bumi (globe) dan sebagainya. Realita adalah model dan benda yang sesungguhnya seperti: uang logam, tumbuh-tumbuhan, alat-alat, binatang yang pada umumnya tidak dianggap sebagai visual, karena istilah visual mengandung makna representative (mewakili suatu benda/obyek dan bukan benda itu sendiri). Media semacam ini banyak digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah.
b.      Media visual yang diproyeksikan
Media visual yang diproyeksikan adalah jenis media yang terdiri dari dua macam yaitu: media proyeksi yang tidak bergerak dan media proyeksi yang bergerak.
1)      Media proyeksi yang tidak bergerak:
a)      Slide
Slide adalah gambar atau “image” transparant yang diberi bingkai yang diproyeksikan dengan cahaya melalui sebuah proyektor. Slide dapat ditampilkan satu persatu, sesuai dengan keinginan. Ada pula yang urutan penampilannya sudah diatur sedemikian rupa dan diberi suara, sehingga disebut slide suara (sound slide). Presentasi slide berada di bawah control guru, sehingga kecepatan serta frekwensi putarnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
b)      Film strip (film rangkai)
Pada dasarnya film stip ini sama dengan slide. Perbedaan yang prinsip: kalau slide menyajikan gambarnya secara terpisah atau satu persatu, sedang film strip gambar-gambar itu tidak terpisah tetapi sudah tersusun secara teratur berdasarkan sequencenya. Seperti slide, film strip dapat disajikan dalam bentuk bisu (tanpa suara) atau dengan suara (sound-film).
c)Overhead Projector (OHP)
OHP adalah alat yang dirancang untuk menayangkan bahan yang berbentuk lembaran trasparansi berisi tulisan, diagram, atau gambar dan diproyeksikan ke layar yang terletak di belakang operatornya.
d)     Opaque Projector
Media ini disebut demikian karena yang diproyeksikan bukan transparansi, tetapi bahan-bahan sebenarnya, baik benda-benda datar atau tiga dimensi, seperti mata uang dan model-model.
e)Micro Projection
Berguna untuk memproyeksikan benda-benda yang terlalu kecil (yang biasanya diamati dengan microscope), sehingga dapat diamati secara jelas oleh seluruh siswa.
2)      Media Proyeksi yang Bergerak
a)      Film
Sebagai media pengajaran film sangat bagus untuk menerangkan suatu proses, gerakan, perubahan, atau pengulangan berbagai peristiwa masa lampau. Film dapat berupa visual saja, apabila film itu tanpa suara, dan dapat bersifat audio-visual, apabila film itu dengan suara.
b)      Film Loop (Loop-film)
Media ini berbentuk serangkaian film ukuran 8 mm atau 16 mm yang ujung-ujungnya saling bersambungan, sehingga dapat berputar terus berulang-ulang selama tidak dimatikan. Karena tanpa suara (silent) maka guru harus memberi narasi (komentar) sendiri, sementara film terus berputar.
c)Televisi
Sebagai suatu media pendidikan, TV mempunyai beberapa kelebihan antara lain: menarik, up to date, dan selalu siap diterima oleh anak-anak karena dapat merupakan bagian dari kehidupan luar sekolah mereka. Sifatnya langsung dan nyata. Melalui TV siswa akan mengetahui kejadian-kejadin mutakhir, mereka dapat mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh penting, serta melihat dan mendengarkan pendapat mereka.
d)     Video Tape Recorder (VTR)
Walaupun sebagian fungsi film dapat digantikan oleh video, namun tidak berarti bahwa video tape akan menggantikan film, karena masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri.
c.       Media Audio
         Media audio adalah berbagai bentuk atau cara perekaman dan transmisi suara (manusia dan suara lainnya) untuk kepentingan tujuan pembelajaran. Yang termasuk media audio adalah:
1)      Radio Pendidikan
Media ini dianggap penting dalam dunia pendidikan, sebab dapat berguna bagi semua tingkat pendidikan. Melalui radio, orang dapat menyampaikan ide-ide baru, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dalam dunia pendidikan. Dibanding media yang lain, radio mempunyai kelebihan-kelebihan, diantaranya: daya jangkauannya cukup luas, dalam waktu singkat, radio dapat menjangkau audience yang sangat besar jumlahnya, dan berjauhan lokasinya. Tetapi karena sifat komunikasinya hanya satu arah menyebabkan hasilnya sulit untuk dikontrol.
2)      Rekaman Pendidikan.
Melalui rekaman (recording), dapat direkam kejadian-kejadian penting, seperti: pidato, ceramah, hasil wawancara, diskusi, dan sebagainya. Selain itu juga dapat digunakan untuk merekam suara-suara tertentu, seperti: nyanyian, musik, suara orang atau suara binatang tertentu yang tidak mungkin didengar langsung di ruangan kelas. Kelebihan rekaman ini adalah “play-back” dapat dilakukan sewaktu-waktu dan berulang-ulang, sehingga bagi guru mudah melakukan kontrol.
d.      Sistem Multi Media
         Sistem multi media adalah kombinasi dari media dasar audio visual dan visual yang dipergunakan untuk tujuan pembelajaran. Jadi penggunaan secara kombinasi dua atau lebih media pengajaran, dikenal dengan sistem multi media. Perlu dimengerti bahwa konsep multi media ini, bukan sekedar penggunaan media secara majemuk untuk suatu tujuan pembelajaran, namun mencakup pengertian perlunya integrasi masing-masing media yang digunakan dalam suatu penyajian yang tersusun secara baik (sistematik). Masing-masing media dalam sistem media ini dirancang untuk saling melengkapi, sehingga secara keseluruhan, media yang dipergunakan akan lebih besar peranannya dari pada sekedar penjumlahan dari masing-masing media. Bentuk-bentuk sistem multi media yang banyak digunakan di sekolah adalah kombinasi slide suara, kombinasi sistem audio kaset, dan kit (peralatan) multi media. Satu perangkat (kit) multi media adalah suatu gabungan bahan-bahan pembelajaran yang meliputi dari satu jenis media dan disusun atau digabungkan berdasarkan atas satu topik tertentu. Perangkat (kit) itu dapat mencakup slide, film rangkai, pita suara, piringan hitam, gambar diam, grafik, transparansi, peta, buku kerja, chart, model dan benda sebenarnya.
4.      Teknik Pemilihan Media Dalam Pengajaran IPS
Media sebagai salah satu sarana dalam rangka membantu meningkatkan proses pembelajaran, mempunyai aneka ragam jenis dan karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu seorang guru professional seharusnya memiliki kemampuan memilih secara cermat dan dapat menggunakan media pengajaran secara tepat.
Menurut M Basyiruddin Usman dan H. Asnawir (2002), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain: tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, ketepatgunaan, kondisi siswa, ketersediaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), mutu teknis, dan biaya. Oleh karena itu beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam memilih media, antara lain:
a.       Media yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran merupakan komponen utama yang harus diperhatikan dalam memilih media. Dalam penerapan media harus jelas dan operasional, spesifik, dan benar-benar tergambar dalam bentuk perilaku.
b.      Aspek materi, merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media. Sesuai tidaknya antara materi dengan media yang digunakan akan berdampak pada hasil pembelajaran.
c.       Kondisi siswa, dari segi subyek belajar, guru harus memperhatikan betul-betul tentang kondisi siswa dalam memilih media. Misalnya faktor umur, intelegensi, latar belakang pendidikan, budaya, dan lingkungan anak menjadi titik perhtian dan pertimbangan dalam memilih media.
d.      Ketersediaan media di sekolah atau memungkinkan bagi guru untuk mendesain sendiri media yang akan dipergunakan, merupaka hal yang perlu dipertimbangkan oleh guru. Seringkali guru menganggap bahwa suatu media sangat tepat digunakan untuk suatu pokok bahasan/tema tertentu, tetapi di sekolah tersebut tidak tersedia media yang diperlukan. Sedangkan untuk mendesain atau merancang suatu media yang dikehendaki tidak mungkin dilakukan oleh guru.
e.       Media yang dipilih hendaknya dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan kepada siswa secara tepat, dalam arti tujuan yang ditetapkan dapat tercapai secara optimal.
f.       Biaya yang akan dikeluarkan dalam pemanfaatan media harus seimbang dengan hasil yang akan dicapai. Media sederhana mungkin akan lebih menguntungkan dari pada menggunakan media canggih tetapi hasil yang dicapai tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan.
B.     Metode Pengajaran IPS
1.      Pengertian Metode Mengajar
Kata metode berasal dari bahasa latin yaitu “methodo” yang berarti “jalan”. Dengan demikian metode bersangkut paut dengan pemilihan jalan, arah atau pola dalam berbuat sesuatu untuk mencapai sesuatu tujuan. Sedangkan mengajar dapat diartikan sebagai suatu proses membawa anak didik dari suatu tingkat kecakapan tertentu ke tingkat kecakapan yang menjadi tujuan pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut Winarno Surachmad (1976:76), menyatakan bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan mengajar diartikan sebagai penciptaan suatu system lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar (T. Raka Joni. 1980:1).
Dengan demikian metode mengajar adalah metode yang dipergunakan oleh seorang pengajar untuk membawa anak didiknya ke tujuan pengajarannya (E. Kusmana. 1974:1). Lebih jelas lagi ditegaskan oleh Winarno Surachmad (1961), bahwa metode mengajar adalah cara-cara pelaksanaan proses belajar mengajar, atau bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah.
Jadi jelas bahwa metode adalah cara yang dianggap efisien yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada siswa, agar tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam proses kegiatan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif. Makin tepat metodenya diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan tersebut. Tujuan adalah pedoman yang memberi petunjuk akan dibawa ke arah mana kegiatan pembelajaran tersebut. Guru tidak dapat membawa kegiatan pembelajaran menurut kehendaknya sendiri dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan.
Tujuan dari kegiatan pembelajaran tidak akan tercapai tanpa adanya komponen-komponen lainnya, salah satu diantaranya adalah metode. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Maka ketika tujuan dirumuskan agar anak didik mempunyai keterampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan. Oleh karena itu guru harus menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran, sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu dalam proses kegiatan pembelajaran dapat digunakan lebih dari satu metode (multi metode). Sehubungan dengan hal tersebut seorang guru dituntut untuk menguasai macam-macam metode mengajar sehingga dapat menentukan metode apa yang paling tepat digunakan dalam proses pembelajarannya, sehingga kecakapan dan pengetahuan yang diberikan oleh guru betul-betul menjadi milik siswa.
Menurut Winarno Surahmad (1990:97) mengatakan, bahwa pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a.       Anak Didik
Di dalam kelas guru akan menghadapi siswanya yang mempunyai perbedaan-perbedaan; jenis kelamin, latar belakang kehidupan, status sosial, kecerdasan, kreatifitas, dan perilakunya. Perbedaan individual siswa tersebut akan mempengaruhi guru untuk memilih dan menentukan metode mana yang cocok, untuk mencapai lingkungan belajar yang aktif dan kreatif, sehingga tujuan pembelajaran tercapai susuai yang direncanakan. Dengan demikian kematangan siswa yang bervariasi mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode.
b.      Tujuan
Perumusan tujuan sangat berpengaruh terhadap kemampuan siswa, proses pembelajaran, dan pemilihan metode. Metode yang dipilih guru harus sesuaidengan taraf kemampuan siswa, artinya metode harus tunduk terhadap tujuan.
c.       Situasi
Situasi kegiatan pembelajaran yang diciptakan guru dari hari ke hari tidak selalu sama. Dalam hal ini guru tentu memilih metode mengajar yang sesuai dengan yang diciptakan. Misalnya, sesuai dengan sifat bahan dan tujuan yang akan dicapai, maka guru menciptakan lingkungan belajar secara kelompok. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberi tugas untuk memecahkan suatu masalah. Dengan demikian guru telah menerapkan metode problem solving. Jadi jelas bahwa situasi yang diciptakan guru mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
d.      Fasilitator
Merupakan kelengkapan yang menunjang proses pembelajaran. Lengkap tidaknya fasilitas akan menentukan pemilihan metode mengajar. Karena tidak adanya laboratorium IPA, maka kegiatan praktikum, eksperimen, demonstrasi, dan inkuiri tidak dapat dilaksanakan. Demikian juga di dalam pembelajaran IPS, karena tidak ada laboratoriumnya maka kegiatan inkuiri, demonstrasi, sosiodrama, dan simulasi tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Namun masalah ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan lingkungan dan masyarakat sebagai laboratorium IPS. Tentu saja guru harus melihat materi yang akan disampaikan, kecocokan metode, dan fasilitas yang tersedia.
e.       Guru
Latar belakang pendidikan dan kemampuan guru akan mempengaruhi kompetensi. Kurangnya kemampuan terhadap berbagai metode akan menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode, apalagi belum mempunyai pengalaman mengajar yang memadai. Oleh karena itu dapatlah dipahami bahwa kepribadian, latar belakang pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
2.      Kriteria Menentukan Metode Pembelajaran
Anda sudah belajar tentang macam-mcam metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS di SD. Permasalahan yng timbul sekarang adalah bagaimana Anda memilih metode atau pendekatan yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan kepada siswa. Berhubungan dengan hal tersebut menurut Cheppy HC (tt;80) ada empat kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan metode, antara lain:
a.       Tujuan
Tujuan merupakan landasan utama untuk menentukan metode sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Misalnya jika guru akan mengembangkan sikap dalam kehidupan keluarga, maka metode yang dipilih adalah sosiodram
b.      Kebutuhan dan minat anak
Kebutuhan individu itu berbeda-beda, misalnya beberapa anak memerlukan pengalaman tertentu, sedang yang lain memerlukan aktivitas tertentu pula. Sebagai guru harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak untuk menentukan rencana kegiatan pembelajaran. Pada kelas rendah, diperlukan aktivitas yang bertumpu pada bahan-bahan buku bacaan, sosiodrama, permainan, membaca ceritera, dan penyusunan bagan. Minat anak sebagian juga ditentukan oleh metode yang digunakan guru. Siswa yang gemar mengkoleksi perangko dan pakaian adat akan berbeda dengan siswa yang gemar membaca ataupun melalui akting. Oleh karena itu dengan mengenal perbedaan-perbedaan siswa tersebut, guru akan mudah untuk menentukan metode yang akan digunakan.
c.       Cara Penampilan Guru
Kepribadian guru dapat dilihat melaluai penampilannya waktu mengajar. Dalam beberapa hal ia telah mengembangkan cara mengajar yang mengesankan, di lain pihak ia memang pandai memilih metode yang tepat, sehingga kegiatan pembelajaran menyenangkan. Guru seperti itulah yang harus tampil di kelas untuk mengajar mata pelajaran IPS. Guru hendaknya memiliki keterampilan memilih metode, dan memiliki keberanian untuk mencoba berbagai metode sebagai variasi dalam mengajar. Peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar akan tampak dalam metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran.
3.      Macam-macam Metode/Pendekatan Pembelajaran IPS
Dewasa ini timbul kesan bahwa pengajaran IPS membosankan, dikarenakan materinya terlalu luas dan hanya menghafalkan fakta-fakta. Selain itu metode pembelajaran yang pergunakan oleh guru kurang menarik bagi siswa, bahkan guru seringkali tidak mempunyai acuan yang jelas dan tidak menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif dan kreatif. Kebosana juga muncul karena materi pelajaran tidak sesuai dengan tingkat perkembangan dan konteks kehidupan anak. Oleh karena itu harus diciptakan metode mengajar yang dapat mengaktifkan siswa. Tuntutan dalam dunia pendidikan sekarang ini sudah berubah, proses pembelajaran tidak bisa lagi hanya sekedar menstransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Guru harus merubah paradikma tersebut dengan kegiatan pembelajaran yang aktif dan kreatif. Sehubungan dengan hal tersebut Anita Lie (2002:4-5), menyatakan bahwa guru harus menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan beberapa pokok pemikiran antara lain:
a.       Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.
b.      Siswa membangun pengetahuannya secara aktif.
c.       Guru harus berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa.
d.      Pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa.
Berdasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru harus menciptakan proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa, sehingga dapat menemukan sendiri pengetahuanya. Untuk itu guru harus memfasilitasi dan menciptakan kondisi belajar siswa. Oleh karena itu guru harus merencanakan pembelajaran dengan menerapkan metode atau pendekatan pembelajaran yang aktif dan kreatif. Dalam uraian berikut akan diberikan gambaran atau penjelasan singkat tentang metode/pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam pengajaran IPS antara lain:
a.       Contectual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan Contectual Teaching and Learning (CTL), merupakan konsep belajar yang mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Hal ini akan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep tersebut diharapkan hasil pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk siswa bekerja dan mengalami secara langsung, bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan guru kepada siswa. Jadi CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna dalam materi pelajaran yang mereka pelajari, kemudian menghubungkan dengan kontek kehidupan sehari-hari, yaitu kontek lingkungan pribadi, sosial, dan budayanya. Tugas guru adalah membantu siswa untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu guru harus merencanakan kegiatan pembelajaran yang aktif untuk menemukan pengetahuan atau konsep baru.
1)      Karakterstik Pendekatan Pembelajaran CTL
(a)    Kerja sama.
(b)   Menyenangkan.
(c)    Pembelajaran terintegrasi.
(d)   Menggunakan berbagai sumber.
(e)    Siswa (aktif, kreatif, dan kritis), guru (harus kreatif).
(f)    Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, misalnya peta, gambar, ceritera, puisi.
(g)   Laporan kepada orang tua tidak hanya berupa rapor, tetapi dapat berupa hasil karya siswa, misalnya laporan / tugas, karangan.
b.      Cooperative Learning
              Falsafah yang mendasari model pembelajaran Cooperative Learning bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa kerja sama kehidupan manusia akan terganggu, karena manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain.
              Cooperative Learning, atau sering disebut dengan kooperasi, adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berisi serangkaian aktivitas yang diorganisasikan, pembelajaran tersebut difokuskan pada pertukaran informasi terstruktur antar siswa dalam kelompok yang bersifat sosial dan pembelajar bertanggungjawab atas tugasnya masing-masing. Menurut Thomson, dkk. (1995), di dalam pembelajaran cooperative learning, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogin. Maksud kelompok heterogin adalah terdiri dari bermacam-macam latar belakang kemampuan siswa, jenis kelamin, agama, suku bangsa, dan latar belakang social budaya. Hal ini sangat bermanfaat karena untuk melatih siswa dapat menerima perbedaan pendapat dan bekerja sama dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Dalam pembelajaran cooperative learning proses belajar tidak harus berasal dari guru ke siswa, melainkan dapat juga siswa saling mengajar sesama siswa lainnya. Bahkan menurut Anita Lie (2002:30), menyatakan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru. Hal ini disebabkan latar belakang, pengalaman, (dalam pendidikan sering disebut skemata) para siswa mirip satu dengan lainnya dibanding dengan skemata guru. Selanjutnya Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie, 2002) menyatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap cooperative learning. Ada lima prinsip untuk mencapai hasil maksimal dari pembelajaran dengan model cooperative learning yang harus dikembangkan, antara lain:
a)saling ketergantungan;
b)      tanggungjawab perseorangan
c)tatap muka
d)     komunikasi antar anggota; dan
e)evaluasi proses kelompok.
c.       Metode Karyawisata
            Suryobroto(1986:51) memberi batasan karyawisata sebagai kegiatan belajar mengajar dengan mengunjungi obyek yang sebenarnya yang ada hubungannya dengan pelajaran tertentu. Sedangkan menurut Nursid Sumaatmadja (1980:113), menyatakan bahwa karyawisata adalah suatu kunjungan ke obyek tertentu di luar lingkungan sekolah, di bawah bimbingan guru IPS, yang bertujuan untuk mencapai tujuan instruksional tertentu Sehubungan dengan hal tersebut metode karyawisata dapat dilaksanakan dengan mengadakan perjalanan dan kunjungan yang hanya beberapa jam saja ke tempat atau daerah yang tidak begitu jauh dari sekolah, asalkan maksudnya memenuhi tujuan instruksional IPS.
            Jadi jangan terlalu membayangkan bahwa metode karyawisata itu harus dilaksanakan dengan menempuh suatu perjalanan yang jauh, menggunakan waktu berhari-hari, dan menghabiskan biaya yang besar. Inilah hakekat karyawisata dalam pengajaran IPS yang berbeda dengan wisata atau tamasya. Seorang guru dapat menerapkan metode karyawisata dengan terarah dan sesuai dengan tujuan instruksinalnya, apabila guru memperhatikan hal-hal seperti tersebut dibawah ini:
1)      Mengetahui hakikat metode karyawisata.
2)      Mengetahui kelebihan dan kelemahan metode karyawisata.
3)      Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum pelaksanaannya.
4)      Mempunyai keterampilan memilih pokok-pokok bahasan yang cocok dikembangkan dengan metode karyawisata.
        Selain itu guru juga harus memperhatikan keadaan siswa yang akan terlibat dalam proses belajar mengajar, bahwa:
1)      Siswa memiliki dorongan minat dan perhatian terhadap apa yang sedang dipelajari (sense of interest ).
2)      Siswa memiliki dorongan untuk melihat kenyataan (sense of reality ).
3)      Siswa memiliki dorongan untuk menemukan sendiri hal-hal yang menarik perhatiannya ( sense of discovery )
            Ketiga hakikat naluriah yang ada pada diri siswa tersebut di atas harus mandapat perhatian guru, untuk selanjutnya dibina dan dikembangkan pada pengajaran IPS. Dalam melaksanakan metode karyawisata harus tetap diusahakan mengembangkan minat siswa yang dilibatkan. Dari minat siswa yang tinggi tersebut, kita arahkan mereka untuk mencocokkan hal-hal yang mereka peroleh di dalam kelas dengan kenyataan yang dijumpai di masyarakat. Selanjutnya melalui proses berikutnya siswa akan mampu menemukan sendiri gejala-gejala dan masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan di kelas pada kenyataan praktisnya di masyarakat atau di lapangan. Proses pengembangan dan pemantapan sense of discovery inilah yang akan membantu siswa menjadi seorang peneliti.
d.      Metode Role Playing ( Bermain Peran)
Berbicara masalah metode role playing tidak bisa lepas dari metode sosiodrama, sebab keduanya sama-sama dapat diterapkan dalam pengajaran IPS yang sukar dipisahkan satu sama lainnya. Role playing adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, nilai, dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain (Husein Achmad. 1981:80). Dengan demikian role playing adalah merupakan suatu teknik atau cara agar para guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaan. Sedangkan sosiodrama berarti mandramatisasikan cara tingkah laku di dalam hubungan sosial (Winarno Surachmad. 1973:125). Jadi metode sosiodrama adalah cara mengungkapkan kehidupan dan hubungan sosial secara keseluruhannya pada sekelompok siswa. Sedangkan metode bermain peran ditekankan kepada setiap individu siswa dalam memerankan suatu tokoh tertentu pada drama yang bersangkutan. Dengan metode bermain peran, diharapkan siswa dapat menghayati dan berperan dalam berbagai figur khayalan atau figur sesungguhnya dalam berbagai situasi. Metode bermain peran yang direncanakan dengan baik dapat menanamkan kemampuan bertanggung jawab dalam bekerja sama dengan orang lain, menghargai pendapat dan kemampuan orang lain dan belajar mengambil keputusan dalam hubungan kerja kelompok. Metode ini dapat diterapkan pada pengajaran IPS dengan pokok bahasan tentang hubungan kehidupan sosial, misalnya: peranan tokoh-tokoh, susunan dan masyarakat feudal. Melalui metode bermain peran dapat melibatkan aspek-aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Aspek kognitif meliputi pemecahan masalah, aspek afektif meliputi sikap, nilai-niali pribadi/orang lain, membandingkan, mempertentangkan nilai-nilai, mengembangkan empati atas dasar tokoh yang mereka perankan. Sedangkan aspek psikomotor terlihat ketika siswa memainkan peran di depan kelas. Dengan demikian diharapkan, minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran IPS yang selalu kaku dan menjemukan dapat disegarkan kembali.
e.       Metode Simulasi.
Istilah simulasi berasal dari kata simulate yang berarti pura-pura, dan simulation yang berarti tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura. Menurut Soli Abimanyu (1980), bahwa simulasi adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja. Dengan demikian simulasi itu dapat digunakan untuk melakukan proses-proses tingkah laku secara imitasi. Sebagai contohnya simulasi tentang seorang pemimpin yang otoriter, simulasi mengajar dan sebagainya. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperoleh pemahaman akan hakikat dari suatu konsep, prinsip atau sesuatu keterampilan tertentu melalui proses kegiatan atau latihan dalam situasi tiruan. (B. Suryobroto,1986:63).
Dalam simulasi guru bertindak sebagai fasilitator, guru dalam menghadapi siswanya harus bersikap membantu dan tidak bersikap menilai. Guru harus membantu siswa mengembangkan pengertian dan penafsirannya terhadap peraturan-peraturan permainan. Guru harus mendorong keikut-sertaan siswa dan membantu siswa menghadapi ketidakpastian. Oleh karena dalam simulasi siswa belajar dari pengalaman yang disimulasikan, bukan belajar dari ceramah atau pidato dari guru, maka dalam hal ini guru berperan sebagai:
a)      Informan
Guru harus menjelaskan tentang simulasi, karena siswa harus benar-benar mentaati aturan-aturan main yang sudah ditentukan, terutama bagaimana cara memulainya.. Siswa harus mengetahui atau menyadari implikasi dari setiap kegiatan simulasi. Guru dalam memberi penjelasan, harus seminimal mungkin, jelas, tidak bertele-tele, dan tidak perlu diulang-ulang.
b)      Mengawasi atau mewasiti simulasi
Guru harus mengawasi keikut-sertaan siswa dalam simulasi agar dapat memperoleh manfaat sesuai yang diharapkan. Dalam hal ini guru harus bertindak sebagai wasit, yaitu memegang ketet aturan-aturan mainnya, tetapi ia sendiri tidak ikut main.
c)      Melatih siswa
Dalam melatih, guru harus bertindak sebagai penasehat supportif bukan sebagai pengkotbah atau tukang menegakkan disiplin. Misalnya guru harus memberi nasehat kepada siswanya yang meminta atau memerlukan (seperti pada siswa yang pemalu).



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Media sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar dari yang bersifat sederhana sampai yang canggih, karena media merupakan alat bantu mengajar. Media berfungsi sebagai alat yang membantu mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Media pembelajaran adalah segala alat bantu yang dapat memperlancar keberhasilan mengajar. Oleh karena itu penggunaan media pembelajaran harus dirancang, disiapkan, dipilih, dan disusun secara cermat sesuai dengan tujuan instruksional yang hendak dicapai. Fungsi media dalam kegiatan belajar mengajar tidak lagi dipandang sebagai alat bantu yang digunakan apabila perlu atau sekedar selingan, tetapi sudah dipandang sebagai komponen dari sistem instruksional. Dengan kata lain bahwa media berfungsi membawa pesan/informasi atau pesan pembelajaran yang sangat dibutuhkan oleh siswa. Dalam pembelajaran IPS digunakan media yang banyak sekali macamnya. Selain itu terdapat pula cara mengklasifikasikan media pembelajaran atas dasar kategori-kategori tertentu. Karena banyaknya media pengajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS, maka seorang guru harus menguasai teknik memilih media. Dalam memilih media hendaknya memperhatikan faktor-faktor: kemampuan siswa, tujuan penggunaan, isi media, keanekaragaman media, waktu, tenaga, dan biaya.
Dewasa ini telah terjadi perubahan dalam dunia pendidikan, yaitu proses pembelajaran tidak sekedar menstransfer pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa harus menemukan sendiri pengetahuannya sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Untuk menciptakan kualitas pembelajaran yang berkualitas, guru harus menciptakan kondisi pembelajaran yang menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi pengalaman sukses, dan mengembangkan berpikir siswa Pembelajaran berkualitas dapat terwujud apabila guru tepat dalam memilih metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Guru dituntut untuk menguasai berbagai macam metode pembelajaran untuk menciptakan kondisi belajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Efektif tidaknya suatu metode ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya tujuan, bahan, siswa, kemampuan guru, alokasi waktu.
B.     Saran
Diharapkan guru mampu mengembangkan metode dan media pembelajaran dengan baik Untuk menciptakan kualitas pembelajaran yang berkualitas, guru harus menciptakan kondisi pembelajaran yang menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi pengalaman sukses, dan mengembangkan berpikir siswa Pembelajaran berkualitas dapat terwujud apabila guru tepat dalam memilih metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.



                                                       
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Mujinem, Dkk. 2009.Pengembangan Pendidikan IPS SD.Direktorat jendral Pendidikan Tinggi
Basrowi, Ms.2005.Pengantar Sosiologi.Bogor:Ghalia Indonesia
 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dewasa ini media pendidikan memiliki peranan penting di dalam proses pembelajaran. Dunia pendidikan menuntut penggunaan media pendidikan dari yang sederhana sampai yang canggih. Dengan kata lain media itu tidak hanya sekedar sebagai alat bantu, melainkan dipandang sebagai komponen penting dalam pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dewasa ini telah banyak menggunakan multimedia dan mulai mengurangi penyampaian bahan pelajaran dengan cara ceramah. Lebih-lebih pada kegiatan pembelajaran yang menekankan keterampilan proses, maka peranan media menjadi sangat penting. Seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) akan membawa perubahan yaitu bergesernya peranan guru termasuk guru IPS sebagai penyampai pesan/informai. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber informasi dalam pembelajaran karena siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber, misalnya buku literatur, TV, siaran radio, surat kabar, dan majalah, bahkan dari jaringan internet.
Telah terjadi pergeseran pola sistem mengajar yaitu dari guru yang mendominasi kelas menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran. Guru seharusnya berperan fasilitator belajar dari pada sebagai pengajar dan tidak merupakan satu-satunya sumber informasi. Dalam rangka meningkatkan kualitaspembelajaran, guru harus menciptakan kondisi belajar yang aktif dan kreatif. Kegiatan pembelajaran harus menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi pengalaman sukses, dan mengembangkan kecakapan berfikir siswa (Dikti.:2005). Pembelajaran yang berkualitas akan tercapai apabila guru menguasai teknikteknik penyajian materi atau metode yang tepat (Roestiyah.NK. 1989;1). Metode atau pendekatan merupakan pelicin jalan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan metode dan pendekatan dalam proses pembelajaran yang dipilih guru merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas pembelajaran.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian media pembelajaran ?
2.      Apa saja fungsi media dalam pengajaran IPS?
3.      Apa saja jenis-jenis media dalam pengajaran IPS?
4.      Bagaimana teknik dalam memilih media pengajaran IPS SD?
5.      Apa pengertian metode mengajar?
6.      Apa kriteria dalam menentukan metode pembeajaran?
7.      Apa saja macam-macam metode/pendekatan pembelajaran IPS di SD?
C.     Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian tentang media pembelajaran
2.      Menjelaskan fungsi media dalam pengajaran IPS
3.      Menyebutkan jenis-jenis media menurut klasifikasinya
4.      Menjelaskan teknik memilih media dalam pengajaran IPS SD
5.      Menjelaskan pengertian metode mengajar
6.      Menjelaskan kriteria menentukan metode pembelajaran IPS di SD
7.      Menyebutkan macam-macam metode/pendekatan pembelajaran IPS di SD





BAB II
PEMBAHASAN


A.    Media Pembelajaran IPS di SD
1.      Pengertian Media
Secara harafiah kata “media” berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang berarti perantara atau alat (sarana) untuk mencapai sesuatu. Assosistion for Education and Communication Technology (AECT) mendifinisikan media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi. Sedangkan Education Assiciation (NEA) mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulaksikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional. Lebih jelas lagi Koyo K dan Zulkarimen Nst. (1983) mendefinisikan media sebagai berikut: “Media adalah sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan seseorang sehingga dapat mendorong tercapainya proses belajar pada dirinya”.
Dari tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa, sehingga dapat terjadi proses belajar pada dirinya. Penggunaan media secara efektif memungkinkan siswa dapat belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Sedangkan media pengajaran (Kosasih Djahiri.1978/1979:66) adalah segala alat bantu yang dapat memperlancar keberhasilan mengajar. Alat bantu mengajar ini berfungsi membantu efisiensi pencapaian tujuan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar, guru harus selalu menghubungkan alat bantu mengajar dengan kegiatan mengajarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud media adalah alat atau sarana yang digunakan sebagai perantara (medium) untuk menyampaikan pesan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses komunikasi yang didalamnya ada unsur-unsur: sumber pesan (guru), penerima pesan (siswa), dan pesan yaitu materi pelajaran yang diambil dari kurikulum.
2.      Fungsi Media
Di dalam proses belajar mengajar dewasa ini, masih banyak guru-guru yang enggan memanfaatkan media yang tersedia. Tetapi terjadi kecenderungan para siswa dibiasakan sekedar mendengarkan apa yang diajarkan oleh guru, kemudian mencatat, dan dipaksa menghafalkan di luar kepala, atau sering dikenal dengan istilah duduk, dengar, catat, hafal.
Keadaan seperti ini akan menghasilkan sikap verbalisme yang mengakibatkan siswa hanya pasif di dalam proses belajar mengajar. Dalam rangka menciptakan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) serta mengembangkan keterampilan proses pada siswa, penggunaan berbagai macam media (multimedia) sangat membantu proses pembelajaran. Pada hakikatnya proses pembelajaran adalah proses komunikasi, kegiatan di kelas merupakan tempat guru dan siswa melakukan tukar pikiran dan mengembangkan ide-idenya. Dalam berkomunikasi sering terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga komunikasi menjadi tidak efektif karena adanya kecenderungan verbalisme, ketidak siapan, dan kurangnya minat siswa. Salah satu usaha mengatasinya adalah dengan menggunakan media secara terintegrasi dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu penggunaan media harus dirancang, disiapkan, dipilih dan disusun secara cermat sesuai dengan tujuan instruksional yang hendak dicapai. Sebagai salah satu komponen sistem, maka media ikut mempengaruhi bekerjanya komponen lain, dengan demikian ikut menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa media bukan lagi sekedar sebagai alat bantu, tetapi merupakan bagian integral dari sistem instruksional. Maka penggunaan media dalam proses pembelajaran mutlak diperlukan. Penggunaan media dalam proses pembelajaran, menurut Basyaruddin Usman dan H. Asnawir (2002; 13-15) mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut:
a)      Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa.
Pengalaman masing-masing individu sangat beragam, misalnya dua siswa yang berasal dari dua lingkungan keluarga dan masyarakat yang berbeda akan menentukan pengalaman yang berbeda pula. Media dapat mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.
b)      Media dapat mengatasi ruang kelas
Di dalam kelas banyak hal yang sulit untuk dialami langsung oleh siswa. Misalnya obyek yang terlalu besar atau terlalu kecil, gerakan-gerakan yang terlalu cepat atau terlalu lambat, dan hal-hal yang terlalu komplek, semuanya dapat diperjelas dengan menggunakan media.
c)      Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan
Misalnya mengamati, mengidentifikasi gejala fisik/lingkungan dan masalah-masalah sosial di masyarakat.
d)     Media menghasilkan keseragaman pengamatan
Pengamatan yang dilakukan siswa secara bersama-sama dapat diarahkan kepada hal-hal yang penting sesuai tujuan yang ingin dicapai.
e)      Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis
Penggunaan media gambar, film model, grafik, atau bahkan benda-aslinya dapat memberikan konsep yang benar.
f)       Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru
Dengan menggunakan media, pengalaman anak semakin luas, persepsi semakin tajam, pemahaman konsep-konsep semakin lengkap. Dengan demikian menambah rasa ingin tahu siswa, selanjutnya dapat menimbulkan minat baru untuk belajar.
g)      Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar
Pemasangan gambar dengan warna yang menarik di papan tulis, mendengarkan siaran radio, pemutaran film, semuanya itu dapat menimbulkan rangsangan untuk belajar lebih lanjut.
h)      Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari sesuatu yang konkrit sampai kepada sesuatu yang abstrak
Pemutaran film tentang suatu benda atau peristiwa yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh siswa akan memberikan gambaran secara konkrit tentang wujud, ukuran, dan lokasi. Selain itu juga dapat pula mengarahkan kepada generalisasi tentang arti kepercayaan dan kebudayaan. Dengan konsepsi yang semakin mantap itu fungsi media dalam kegiatan pembelajaran tidak lagi sekedar sebagai alat bantu, melainkan sebagai pembawa informasi/pesan pembelajaran yang dibutuhkan siswa.
            Oleh karena itu penggunaan media dalam pembelajaran harus dipersiapkan secara matang. Sebelum menetapkan jenis media apa yang akan digunakan dalam proses pembelajarannya, sebaiknya seorang guru memperhatikan hal-hal penting tentang media pengajaran.
3.      Jenis-jenis Media dalam Pengajaran IPS
Jenis-jenis media pengajaran yang dapat di siapkan dan dikembangkan dalam
a.       Media yang tidak diproyeksikan
Jenis media ini tidak memerlukan proyektor (alat proyeksi) untuk melihatnya. media yang tidak diproyeksikan ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: gambar diam, bahan-bahan grafis, serta model dan realita (Mukminan. 2000 :91).
1)      Gambar diam (still- picture)
Gambar diam adalah gambar fotografik atau menyerupai foto-grafik yang menggambarkan lokasi atau tempat, benda-benda serta obyek-obyek tertentu. Gambar diam yang paling banyak digunakan dalam pengajaran IPS adalah peta, gambar obyek-obyek tertentu, misalnya: gunung, pegunungan, lereng, lembah serta benda-benda bersejarah.
2)      Bahan-bahan grafis (graphic-materials)
Bahan-bahan grafis adalah bahan-bahan non fotografik dan bersifat dua dimensi yang dirancang terutama untuk mengkomunikasikan suatu pesan kepada siswa (audience). Bahan grafis ini umumnya memuat lambanglambang verbal dan tanda- tanda visual secara simbolis. Bahan-bahan grafis ini terdiri dari: grafik, diagram, chart, sketsa, poster, kartun, dan komik.
3)      Model dan realita
Model adalah media yang menyerupai benda yang sebenarnya dan bersifat tiga dimensi. Jadi benda ini merupakan tiruan dari benda atau obyek sebenarnya yang sudah disederhanakan. Dengan model ini siswa mendapatkan pengertian yang konkrit tentang benda atau obyek yang sebenarnya dalam bentuk yang disederhanakan (diperbesar atau diperkecil). Model seperti ini banyak dipakai di sekolah-sekolah dewasa ini, misalnya: model gunung berapi yang dibuat dari ( tanah liat, kertas atau semen ), tiruan tentang rumah, model candi, pabrik, model tiruan bumi (globe) dan sebagainya. Realita adalah model dan benda yang sesungguhnya seperti: uang logam, tumbuh-tumbuhan, alat-alat, binatang yang pada umumnya tidak dianggap sebagai visual, karena istilah visual mengandung makna representative (mewakili suatu benda/obyek dan bukan benda itu sendiri). Media semacam ini banyak digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah.
b.      Media visual yang diproyeksikan
Media visual yang diproyeksikan adalah jenis media yang terdiri dari dua macam yaitu: media proyeksi yang tidak bergerak dan media proyeksi yang bergerak.
1)      Media proyeksi yang tidak bergerak:
a)      Slide
Slide adalah gambar atau “image” transparant yang diberi bingkai yang diproyeksikan dengan cahaya melalui sebuah proyektor. Slide dapat ditampilkan satu persatu, sesuai dengan keinginan. Ada pula yang urutan penampilannya sudah diatur sedemikian rupa dan diberi suara, sehingga disebut slide suara (sound slide). Presentasi slide berada di bawah control guru, sehingga kecepatan serta frekwensi putarnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
b)      Film strip (film rangkai)
Pada dasarnya film stip ini sama dengan slide. Perbedaan yang prinsip: kalau slide menyajikan gambarnya secara terpisah atau satu persatu, sedang film strip gambar-gambar itu tidak terpisah tetapi sudah tersusun secara teratur berdasarkan sequencenya. Seperti slide, film strip dapat disajikan dalam bentuk bisu (tanpa suara) atau dengan suara (sound-film).
c)Overhead Projector (OHP)
OHP adalah alat yang dirancang untuk menayangkan bahan yang berbentuk lembaran trasparansi berisi tulisan, diagram, atau gambar dan diproyeksikan ke layar yang terletak di belakang operatornya.
d)     Opaque Projector
Media ini disebut demikian karena yang diproyeksikan bukan transparansi, tetapi bahan-bahan sebenarnya, baik benda-benda datar atau tiga dimensi, seperti mata uang dan model-model.
e)Micro Projection
Berguna untuk memproyeksikan benda-benda yang terlalu kecil (yang biasanya diamati dengan microscope), sehingga dapat diamati secara jelas oleh seluruh siswa.
2)      Media Proyeksi yang Bergerak
a)      Film
Sebagai media pengajaran film sangat bagus untuk menerangkan suatu proses, gerakan, perubahan, atau pengulangan berbagai peristiwa masa lampau. Film dapat berupa visual saja, apabila film itu tanpa suara, dan dapat bersifat audio-visual, apabila film itu dengan suara.
b)      Film Loop (Loop-film)
Media ini berbentuk serangkaian film ukuran 8 mm atau 16 mm yang ujung-ujungnya saling bersambungan, sehingga dapat berputar terus berulang-ulang selama tidak dimatikan. Karena tanpa suara (silent) maka guru harus memberi narasi (komentar) sendiri, sementara film terus berputar.
c)Televisi
Sebagai suatu media pendidikan, TV mempunyai beberapa kelebihan antara lain: menarik, up to date, dan selalu siap diterima oleh anak-anak karena dapat merupakan bagian dari kehidupan luar sekolah mereka. Sifatnya langsung dan nyata. Melalui TV siswa akan mengetahui kejadian-kejadin mutakhir, mereka dapat mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh penting, serta melihat dan mendengarkan pendapat mereka.
d)     Video Tape Recorder (VTR)
Walaupun sebagian fungsi film dapat digantikan oleh video, namun tidak berarti bahwa video tape akan menggantikan film, karena masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri.
c.       Media Audio
         Media audio adalah berbagai bentuk atau cara perekaman dan transmisi suara (manusia dan suara lainnya) untuk kepentingan tujuan pembelajaran. Yang termasuk media audio adalah:
1)      Radio Pendidikan
Media ini dianggap penting dalam dunia pendidikan, sebab dapat berguna bagi semua tingkat pendidikan. Melalui radio, orang dapat menyampaikan ide-ide baru, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dalam dunia pendidikan. Dibanding media yang lain, radio mempunyai kelebihan-kelebihan, diantaranya: daya jangkauannya cukup luas, dalam waktu singkat, radio dapat menjangkau audience yang sangat besar jumlahnya, dan berjauhan lokasinya. Tetapi karena sifat komunikasinya hanya satu arah menyebabkan hasilnya sulit untuk dikontrol.
2)      Rekaman Pendidikan.
Melalui rekaman (recording), dapat direkam kejadian-kejadian penting, seperti: pidato, ceramah, hasil wawancara, diskusi, dan sebagainya. Selain itu juga dapat digunakan untuk merekam suara-suara tertentu, seperti: nyanyian, musik, suara orang atau suara binatang tertentu yang tidak mungkin didengar langsung di ruangan kelas. Kelebihan rekaman ini adalah “play-back” dapat dilakukan sewaktu-waktu dan berulang-ulang, sehingga bagi guru mudah melakukan kontrol.
d.      Sistem Multi Media
         Sistem multi media adalah kombinasi dari media dasar audio visual dan visual yang dipergunakan untuk tujuan pembelajaran. Jadi penggunaan secara kombinasi dua atau lebih media pengajaran, dikenal dengan sistem multi media. Perlu dimengerti bahwa konsep multi media ini, bukan sekedar penggunaan media secara majemuk untuk suatu tujuan pembelajaran, namun mencakup pengertian perlunya integrasi masing-masing media yang digunakan dalam suatu penyajian yang tersusun secara baik (sistematik). Masing-masing media dalam sistem media ini dirancang untuk saling melengkapi, sehingga secara keseluruhan, media yang dipergunakan akan lebih besar peranannya dari pada sekedar penjumlahan dari masing-masing media. Bentuk-bentuk sistem multi media yang banyak digunakan di sekolah adalah kombinasi slide suara, kombinasi sistem audio kaset, dan kit (peralatan) multi media. Satu perangkat (kit) multi media adalah suatu gabungan bahan-bahan pembelajaran yang meliputi dari satu jenis media dan disusun atau digabungkan berdasarkan atas satu topik tertentu. Perangkat (kit) itu dapat mencakup slide, film rangkai, pita suara, piringan hitam, gambar diam, grafik, transparansi, peta, buku kerja, chart, model dan benda sebenarnya.
4.      Teknik Pemilihan Media Dalam Pengajaran IPS
Media sebagai salah satu sarana dalam rangka membantu meningkatkan proses pembelajaran, mempunyai aneka ragam jenis dan karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu seorang guru professional seharusnya memiliki kemampuan memilih secara cermat dan dapat menggunakan media pengajaran secara tepat.
Menurut M Basyiruddin Usman dan H. Asnawir (2002), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain: tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, ketepatgunaan, kondisi siswa, ketersediaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), mutu teknis, dan biaya. Oleh karena itu beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam memilih media, antara lain:
a.       Media yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran merupakan komponen utama yang harus diperhatikan dalam memilih media. Dalam penerapan media harus jelas dan operasional, spesifik, dan benar-benar tergambar dalam bentuk perilaku.
b.      Aspek materi, merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media. Sesuai tidaknya antara materi dengan media yang digunakan akan berdampak pada hasil pembelajaran.
c.       Kondisi siswa, dari segi subyek belajar, guru harus memperhatikan betul-betul tentang kondisi siswa dalam memilih media. Misalnya faktor umur, intelegensi, latar belakang pendidikan, budaya, dan lingkungan anak menjadi titik perhtian dan pertimbangan dalam memilih media.
d.      Ketersediaan media di sekolah atau memungkinkan bagi guru untuk mendesain sendiri media yang akan dipergunakan, merupaka hal yang perlu dipertimbangkan oleh guru. Seringkali guru menganggap bahwa suatu media sangat tepat digunakan untuk suatu pokok bahasan/tema tertentu, tetapi di sekolah tersebut tidak tersedia media yang diperlukan. Sedangkan untuk mendesain atau merancang suatu media yang dikehendaki tidak mungkin dilakukan oleh guru.
e.       Media yang dipilih hendaknya dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan kepada siswa secara tepat, dalam arti tujuan yang ditetapkan dapat tercapai secara optimal.
f.       Biaya yang akan dikeluarkan dalam pemanfaatan media harus seimbang dengan hasil yang akan dicapai. Media sederhana mungkin akan lebih menguntungkan dari pada menggunakan media canggih tetapi hasil yang dicapai tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan.
B.     Metode Pengajaran IPS
1.      Pengertian Metode Mengajar
Kata metode berasal dari bahasa latin yaitu “methodo” yang berarti “jalan”. Dengan demikian metode bersangkut paut dengan pemilihan jalan, arah atau pola dalam berbuat sesuatu untuk mencapai sesuatu tujuan. Sedangkan mengajar dapat diartikan sebagai suatu proses membawa anak didik dari suatu tingkat kecakapan tertentu ke tingkat kecakapan yang menjadi tujuan pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut Winarno Surachmad (1976:76), menyatakan bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan mengajar diartikan sebagai penciptaan suatu system lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar (T. Raka Joni. 1980:1).
Dengan demikian metode mengajar adalah metode yang dipergunakan oleh seorang pengajar untuk membawa anak didiknya ke tujuan pengajarannya (E. Kusmana. 1974:1). Lebih jelas lagi ditegaskan oleh Winarno Surachmad (1961), bahwa metode mengajar adalah cara-cara pelaksanaan proses belajar mengajar, atau bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah.
Jadi jelas bahwa metode adalah cara yang dianggap efisien yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada siswa, agar tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam proses kegiatan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif. Makin tepat metodenya diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan tersebut. Tujuan adalah pedoman yang memberi petunjuk akan dibawa ke arah mana kegiatan pembelajaran tersebut. Guru tidak dapat membawa kegiatan pembelajaran menurut kehendaknya sendiri dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan.
Tujuan dari kegiatan pembelajaran tidak akan tercapai tanpa adanya komponen-komponen lainnya, salah satu diantaranya adalah metode. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Maka ketika tujuan dirumuskan agar anak didik mempunyai keterampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan. Oleh karena itu guru harus menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran, sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu dalam proses kegiatan pembelajaran dapat digunakan lebih dari satu metode (multi metode). Sehubungan dengan hal tersebut seorang guru dituntut untuk menguasai macam-macam metode mengajar sehingga dapat menentukan metode apa yang paling tepat digunakan dalam proses pembelajarannya, sehingga kecakapan dan pengetahuan yang diberikan oleh guru betul-betul menjadi milik siswa.
Menurut Winarno Surahmad (1990:97) mengatakan, bahwa pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a.       Anak Didik
Di dalam kelas guru akan menghadapi siswanya yang mempunyai perbedaan-perbedaan; jenis kelamin, latar belakang kehidupan, status sosial, kecerdasan, kreatifitas, dan perilakunya. Perbedaan individual siswa tersebut akan mempengaruhi guru untuk memilih dan menentukan metode mana yang cocok, untuk mencapai lingkungan belajar yang aktif dan kreatif, sehingga tujuan pembelajaran tercapai susuai yang direncanakan. Dengan demikian kematangan siswa yang bervariasi mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode.
b.      Tujuan
Perumusan tujuan sangat berpengaruh terhadap kemampuan siswa, proses pembelajaran, dan pemilihan metode. Metode yang dipilih guru harus sesuaidengan taraf kemampuan siswa, artinya metode harus tunduk terhadap tujuan.
c.       Situasi
Situasi kegiatan pembelajaran yang diciptakan guru dari hari ke hari tidak selalu sama. Dalam hal ini guru tentu memilih metode mengajar yang sesuai dengan yang diciptakan. Misalnya, sesuai dengan sifat bahan dan tujuan yang akan dicapai, maka guru menciptakan lingkungan belajar secara kelompok. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberi tugas untuk memecahkan suatu masalah. Dengan demikian guru telah menerapkan metode problem solving. Jadi jelas bahwa situasi yang diciptakan guru mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
d.      Fasilitator
Merupakan kelengkapan yang menunjang proses pembelajaran. Lengkap tidaknya fasilitas akan menentukan pemilihan metode mengajar. Karena tidak adanya laboratorium IPA, maka kegiatan praktikum, eksperimen, demonstrasi, dan inkuiri tidak dapat dilaksanakan. Demikian juga di dalam pembelajaran IPS, karena tidak ada laboratoriumnya maka kegiatan inkuiri, demonstrasi, sosiodrama, dan simulasi tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Namun masalah ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan lingkungan dan masyarakat sebagai laboratorium IPS. Tentu saja guru harus melihat materi yang akan disampaikan, kecocokan metode, dan fasilitas yang tersedia.
e.       Guru
Latar belakang pendidikan dan kemampuan guru akan mempengaruhi kompetensi. Kurangnya kemampuan terhadap berbagai metode akan menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode, apalagi belum mempunyai pengalaman mengajar yang memadai. Oleh karena itu dapatlah dipahami bahwa kepribadian, latar belakang pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
2.      Kriteria Menentukan Metode Pembelajaran
Anda sudah belajar tentang macam-mcam metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS di SD. Permasalahan yng timbul sekarang adalah bagaimana Anda memilih metode atau pendekatan yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan kepada siswa. Berhubungan dengan hal tersebut menurut Cheppy HC (tt;80) ada empat kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan metode, antara lain:
a.       Tujuan
Tujuan merupakan landasan utama untuk menentukan metode sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Misalnya jika guru akan mengembangkan sikap dalam kehidupan keluarga, maka metode yang dipilih adalah sosiodram
b.      Kebutuhan dan minat anak
Kebutuhan individu itu berbeda-beda, misalnya beberapa anak memerlukan pengalaman tertentu, sedang yang lain memerlukan aktivitas tertentu pula. Sebagai guru harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak untuk menentukan rencana kegiatan pembelajaran. Pada kelas rendah, diperlukan aktivitas yang bertumpu pada bahan-bahan buku bacaan, sosiodrama, permainan, membaca ceritera, dan penyusunan bagan. Minat anak sebagian juga ditentukan oleh metode yang digunakan guru. Siswa yang gemar mengkoleksi perangko dan pakaian adat akan berbeda dengan siswa yang gemar membaca ataupun melalui akting. Oleh karena itu dengan mengenal perbedaan-perbedaan siswa tersebut, guru akan mudah untuk menentukan metode yang akan digunakan.
c.       Cara Penampilan Guru
Kepribadian guru dapat dilihat melaluai penampilannya waktu mengajar. Dalam beberapa hal ia telah mengembangkan cara mengajar yang mengesankan, di lain pihak ia memang pandai memilih metode yang tepat, sehingga kegiatan pembelajaran menyenangkan. Guru seperti itulah yang harus tampil di kelas untuk mengajar mata pelajaran IPS. Guru hendaknya memiliki keterampilan memilih metode, dan memiliki keberanian untuk mencoba berbagai metode sebagai variasi dalam mengajar. Peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar akan tampak dalam metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran.
3.      Macam-macam Metode/Pendekatan Pembelajaran IPS
Dewasa ini timbul kesan bahwa pengajaran IPS membosankan, dikarenakan materinya terlalu luas dan hanya menghafalkan fakta-fakta. Selain itu metode pembelajaran yang pergunakan oleh guru kurang menarik bagi siswa, bahkan guru seringkali tidak mempunyai acuan yang jelas dan tidak menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif dan kreatif. Kebosana juga muncul karena materi pelajaran tidak sesuai dengan tingkat perkembangan dan konteks kehidupan anak. Oleh karena itu harus diciptakan metode mengajar yang dapat mengaktifkan siswa. Tuntutan dalam dunia pendidikan sekarang ini sudah berubah, proses pembelajaran tidak bisa lagi hanya sekedar menstransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Guru harus merubah paradikma tersebut dengan kegiatan pembelajaran yang aktif dan kreatif. Sehubungan dengan hal tersebut Anita Lie (2002:4-5), menyatakan bahwa guru harus menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan beberapa pokok pemikiran antara lain:
a.       Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.
b.      Siswa membangun pengetahuannya secara aktif.
c.       Guru harus berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa.
d.      Pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa.
Berdasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru harus menciptakan proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa, sehingga dapat menemukan sendiri pengetahuanya. Untuk itu guru harus memfasilitasi dan menciptakan kondisi belajar siswa. Oleh karena itu guru harus merencanakan pembelajaran dengan menerapkan metode atau pendekatan pembelajaran yang aktif dan kreatif. Dalam uraian berikut akan diberikan gambaran atau penjelasan singkat tentang metode/pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam pengajaran IPS antara lain:
a.       Contectual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan Contectual Teaching and Learning (CTL), merupakan konsep belajar yang mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Hal ini akan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep tersebut diharapkan hasil pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk siswa bekerja dan mengalami secara langsung, bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan guru kepada siswa. Jadi CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna dalam materi pelajaran yang mereka pelajari, kemudian menghubungkan dengan kontek kehidupan sehari-hari, yaitu kontek lingkungan pribadi, sosial, dan budayanya. Tugas guru adalah membantu siswa untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu guru harus merencanakan kegiatan pembelajaran yang aktif untuk menemukan pengetahuan atau konsep baru.
1)      Karakterstik Pendekatan Pembelajaran CTL
(a)    Kerja sama.
(b)   Menyenangkan.
(c)    Pembelajaran terintegrasi.
(d)   Menggunakan berbagai sumber.
(e)    Siswa (aktif, kreatif, dan kritis), guru (harus kreatif).
(f)    Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, misalnya peta, gambar, ceritera, puisi.
(g)   Laporan kepada orang tua tidak hanya berupa rapor, tetapi dapat berupa hasil karya siswa, misalnya laporan / tugas, karangan.
b.      Cooperative Learning
              Falsafah yang mendasari model pembelajaran Cooperative Learning bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa kerja sama kehidupan manusia akan terganggu, karena manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain.
              Cooperative Learning, atau sering disebut dengan kooperasi, adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berisi serangkaian aktivitas yang diorganisasikan, pembelajaran tersebut difokuskan pada pertukaran informasi terstruktur antar siswa dalam kelompok yang bersifat sosial dan pembelajar bertanggungjawab atas tugasnya masing-masing. Menurut Thomson, dkk. (1995), di dalam pembelajaran cooperative learning, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogin. Maksud kelompok heterogin adalah terdiri dari bermacam-macam latar belakang kemampuan siswa, jenis kelamin, agama, suku bangsa, dan latar belakang social budaya. Hal ini sangat bermanfaat karena untuk melatih siswa dapat menerima perbedaan pendapat dan bekerja sama dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Dalam pembelajaran cooperative learning proses belajar tidak harus berasal dari guru ke siswa, melainkan dapat juga siswa saling mengajar sesama siswa lainnya. Bahkan menurut Anita Lie (2002:30), menyatakan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru. Hal ini disebabkan latar belakang, pengalaman, (dalam pendidikan sering disebut skemata) para siswa mirip satu dengan lainnya dibanding dengan skemata guru. Selanjutnya Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie, 2002) menyatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap cooperative learning. Ada lima prinsip untuk mencapai hasil maksimal dari pembelajaran dengan model cooperative learning yang harus dikembangkan, antara lain:
a)saling ketergantungan;
b)      tanggungjawab perseorangan
c)tatap muka
d)     komunikasi antar anggota; dan
e)evaluasi proses kelompok.
c.       Metode Karyawisata
            Suryobroto(1986:51) memberi batasan karyawisata sebagai kegiatan belajar mengajar dengan mengunjungi obyek yang sebenarnya yang ada hubungannya dengan pelajaran tertentu. Sedangkan menurut Nursid Sumaatmadja (1980:113), menyatakan bahwa karyawisata adalah suatu kunjungan ke obyek tertentu di luar lingkungan sekolah, di bawah bimbingan guru IPS, yang bertujuan untuk mencapai tujuan instruksional tertentu Sehubungan dengan hal tersebut metode karyawisata dapat dilaksanakan dengan mengadakan perjalanan dan kunjungan yang hanya beberapa jam saja ke tempat atau daerah yang tidak begitu jauh dari sekolah, asalkan maksudnya memenuhi tujuan instruksional IPS.
            Jadi jangan terlalu membayangkan bahwa metode karyawisata itu harus dilaksanakan dengan menempuh suatu perjalanan yang jauh, menggunakan waktu berhari-hari, dan menghabiskan biaya yang besar. Inilah hakekat karyawisata dalam pengajaran IPS yang berbeda dengan wisata atau tamasya. Seorang guru dapat menerapkan metode karyawisata dengan terarah dan sesuai dengan tujuan instruksinalnya, apabila guru memperhatikan hal-hal seperti tersebut dibawah ini:
1)      Mengetahui hakikat metode karyawisata.
2)      Mengetahui kelebihan dan kelemahan metode karyawisata.
3)      Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum pelaksanaannya.
4)      Mempunyai keterampilan memilih pokok-pokok bahasan yang cocok dikembangkan dengan metode karyawisata.
        Selain itu guru juga harus memperhatikan keadaan siswa yang akan terlibat dalam proses belajar mengajar, bahwa:
1)      Siswa memiliki dorongan minat dan perhatian terhadap apa yang sedang dipelajari (sense of interest ).
2)      Siswa memiliki dorongan untuk melihat kenyataan (sense of reality ).
3)      Siswa memiliki dorongan untuk menemukan sendiri hal-hal yang menarik perhatiannya ( sense of discovery )
            Ketiga hakikat naluriah yang ada pada diri siswa tersebut di atas harus mandapat perhatian guru, untuk selanjutnya dibina dan dikembangkan pada pengajaran IPS. Dalam melaksanakan metode karyawisata harus tetap diusahakan mengembangkan minat siswa yang dilibatkan. Dari minat siswa yang tinggi tersebut, kita arahkan mereka untuk mencocokkan hal-hal yang mereka peroleh di dalam kelas dengan kenyataan yang dijumpai di masyarakat. Selanjutnya melalui proses berikutnya siswa akan mampu menemukan sendiri gejala-gejala dan masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan di kelas pada kenyataan praktisnya di masyarakat atau di lapangan. Proses pengembangan dan pemantapan sense of discovery inilah yang akan membantu siswa menjadi seorang peneliti.
d.      Metode Role Playing ( Bermain Peran)
Berbicara masalah metode role playing tidak bisa lepas dari metode sosiodrama, sebab keduanya sama-sama dapat diterapkan dalam pengajaran IPS yang sukar dipisahkan satu sama lainnya. Role playing adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, nilai, dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain (Husein Achmad. 1981:80). Dengan demikian role playing adalah merupakan suatu teknik atau cara agar para guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaan. Sedangkan sosiodrama berarti mandramatisasikan cara tingkah laku di dalam hubungan sosial (Winarno Surachmad. 1973:125). Jadi metode sosiodrama adalah cara mengungkapkan kehidupan dan hubungan sosial secara keseluruhannya pada sekelompok siswa. Sedangkan metode bermain peran ditekankan kepada setiap individu siswa dalam memerankan suatu tokoh tertentu pada drama yang bersangkutan. Dengan metode bermain peran, diharapkan siswa dapat menghayati dan berperan dalam berbagai figur khayalan atau figur sesungguhnya dalam berbagai situasi. Metode bermain peran yang direncanakan dengan baik dapat menanamkan kemampuan bertanggung jawab dalam bekerja sama dengan orang lain, menghargai pendapat dan kemampuan orang lain dan belajar mengambil keputusan dalam hubungan kerja kelompok. Metode ini dapat diterapkan pada pengajaran IPS dengan pokok bahasan tentang hubungan kehidupan sosial, misalnya: peranan tokoh-tokoh, susunan dan masyarakat feudal. Melalui metode bermain peran dapat melibatkan aspek-aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Aspek kognitif meliputi pemecahan masalah, aspek afektif meliputi sikap, nilai-niali pribadi/orang lain, membandingkan, mempertentangkan nilai-nilai, mengembangkan empati atas dasar tokoh yang mereka perankan. Sedangkan aspek psikomotor terlihat ketika siswa memainkan peran di depan kelas. Dengan demikian diharapkan, minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran IPS yang selalu kaku dan menjemukan dapat disegarkan kembali.
e.       Metode Simulasi.
Istilah simulasi berasal dari kata simulate yang berarti pura-pura, dan simulation yang berarti tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura. Menurut Soli Abimanyu (1980), bahwa simulasi adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja. Dengan demikian simulasi itu dapat digunakan untuk melakukan proses-proses tingkah laku secara imitasi. Sebagai contohnya simulasi tentang seorang pemimpin yang otoriter, simulasi mengajar dan sebagainya. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperoleh pemahaman akan hakikat dari suatu konsep, prinsip atau sesuatu keterampilan tertentu melalui proses kegiatan atau latihan dalam situasi tiruan. (B. Suryobroto,1986:63).
Dalam simulasi guru bertindak sebagai fasilitator, guru dalam menghadapi siswanya harus bersikap membantu dan tidak bersikap menilai. Guru harus membantu siswa mengembangkan pengertian dan penafsirannya terhadap peraturan-peraturan permainan. Guru harus mendorong keikut-sertaan siswa dan membantu siswa menghadapi ketidakpastian. Oleh karena dalam simulasi siswa belajar dari pengalaman yang disimulasikan, bukan belajar dari ceramah atau pidato dari guru, maka dalam hal ini guru berperan sebagai:
a)      Informan
Guru harus menjelaskan tentang simulasi, karena siswa harus benar-benar mentaati aturan-aturan main yang sudah ditentukan, terutama bagaimana cara memulainya.. Siswa harus mengetahui atau menyadari implikasi dari setiap kegiatan simulasi. Guru dalam memberi penjelasan, harus seminimal mungkin, jelas, tidak bertele-tele, dan tidak perlu diulang-ulang.
b)      Mengawasi atau mewasiti simulasi
Guru harus mengawasi keikut-sertaan siswa dalam simulasi agar dapat memperoleh manfaat sesuai yang diharapkan. Dalam hal ini guru harus bertindak sebagai wasit, yaitu memegang ketet aturan-aturan mainnya, tetapi ia sendiri tidak ikut main.
c)      Melatih siswa
Dalam melatih, guru harus bertindak sebagai penasehat supportif bukan sebagai pengkotbah atau tukang menegakkan disiplin. Misalnya guru harus memberi nasehat kepada siswanya yang meminta atau memerlukan (seperti pada siswa yang pemalu).



BAB III
PENUTUP


A.     Kesimpulan
Media sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar dari yang bersifat sederhana sampai yang canggih, karena media merupakan alat bantu mengajar. Media berfungsi sebagai alat yang membantu mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Media pembelajaran adalah segala alat bantu yang dapat memperlancar keberhasilan mengajar. Oleh karena itu penggunaan media pembelajaran harus dirancang, disiapkan, dipilih, dan disusun secara cermat sesuai dengan tujuan instruksional yang hendak dicapai. Fungsi media dalam kegiatan belajar mengajar tidak lagi dipandang sebagai alat bantu yang digunakan apabila perlu atau sekedar selingan, tetapi sudah dipandang sebagai komponen dari sistem instruksional. Dengan kata lain bahwa media berfungsi membawa pesan/informasi atau pesan pembelajaran yang sangat dibutuhkan oleh siswa. Dalam pembelajaran IPS digunakan media yang banyak sekali macamnya. Selain itu terdapat pula cara mengklasifikasikan media pembelajaran atas dasar kategori-kategori tertentu. Karena banyaknya media pengajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS, maka seorang guru harus menguasai teknik memilih media. Dalam memilih media hendaknya memperhatikan faktor-faktor: kemampuan siswa, tujuan penggunaan, isi media, keanekaragaman media, waktu, tenaga, dan biaya.
Dewasa ini telah terjadi perubahan dalam dunia pendidikan, yaitu proses pembelajaran tidak sekedar menstransfer pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa harus menemukan sendiri pengetahuannya sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Untuk menciptakan kualitas pembelajaran yang berkualitas, guru harus menciptakan kondisi pembelajaran yang menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi pengalaman sukses, dan mengembangkan berpikir siswa Pembelajaran berkualitas dapat terwujud apabila guru tepat dalam memilih metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Guru dituntut untuk menguasai berbagai macam metode pembelajaran untuk menciptakan kondisi belajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Efektif tidaknya suatu metode ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya tujuan, bahan, siswa, kemampuan guru, alokasi waktu.
B.     Saran
Diharapkan guru mampu mengembangkan metode dan media pembelajaran dengan baik Untuk menciptakan kualitas pembelajaran yang berkualitas, guru harus menciptakan kondisi pembelajaran yang menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi pengalaman sukses, dan mengembangkan berpikir siswa Pembelajaran berkualitas dapat terwujud apabila guru tepat dalam memilih metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.



                                                       
DAFTAR PUSTAKA


Hidayati, Mujinem, Dkk. 2009.Pengembangan Pendidikan IPS SD.Direktorat jendral Pendidikan Tinggi
Basrowi, Ms.2005.Pengantar Sosiologi.Bogor:Ghalia Indonesia



Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah ilmu kealaman dasar "sumber daya alam"

layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar